JAVAFX – Harga minyak dalam perdagangan di bursa berjangka berakhir lebih rendah di hari Senin (10/06/2019). Para investor fokus pada kekhawatiran tentang melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan ketidakpastian di seputar keputusan Rusia tentang apakah akan memperpanjang pembatasan produksi paska berakhirnya kesepakatan dengan OPEC di bulan ini.
Harga juga jatuh mendekati posisi terendah dalam perdagangan sesi awal minggu ini, tepat sebelum penyelesaian hari itu karena kekhawatiran naiknya pasokan minyak. Sejumlah analis mengungkapkan perkiraan bahwa pemerintah AS pada hari Rabu nanti akan melaporkan “kenaikan pasokan” di pusat cadangan minyak AS di Cushing, Oklahoma, kata Phil Flynn, pasar senior analis di Price Futures Group.
Minyak kemudian berakhir lebih rendah, setelah penundaan penyelesaian lebih dari setengah jam. Seorang juru bicara CME mengkonfirmasi keterlambatan data penyelesaian WTI, tetapi tidak memiliki informasi lebih lanjut pada saat itu. Untuk harga minyak mentah West Texas Intermediate dengan pengiriman Juli di New York Mercantile Exchange (NYMEX) turun 73 sen, atau 1,4%, menetap di harga $ 53,26 per barel, sementara minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman bulan Agustus turun $ 1, atau 1,6%, ke $ 62,29 per barel di ICE Futures Europe, London.
Keputusan A.S. untuk menangguhkan tarif impor Meksiko telah memberikan beberapa dukungan dasar terhadap harga minyak di awal transaksi. Kesepakatan tercapai setelah Meksiko menjanjikan pada pemerintahan Trump bahwa mereka akan memperluas program perbatasan untuk memperlambat migrasi ke AS. Kini perhatian pasar akan kembali tertuju pada jalan resolusi perang dagang AS – China.
Kondisi yang lebih tenang ini membuat Investor cukup percaya diri kembali pada aset-aset yang lebih beresiko dibandingkan sebelumnya, yang lebih dominan pada aset surgawi. Tak heran bila sejumlah saham mengalami kenaikan. Indek saham berbagai bursa didunia juga terangkat naik. Sayangnya, sentiment ini gagal mengangkat harga komoditas minyak.
Data ekonomi dari China sedikit mengobati tekanan ini. Ekspor China naik 1,1% dari tahun sebelumnya di bulan Mei, setelah turun 2,7% di bulan April, menurut data yang dirilis oleh Biro Umum Kepabeanan. Sementara Impor, turun 8,5% dari tahun sebelumnya di bulan Mei, setelah naik 4,0% di bulan April. Hal ini menimbulkan keyakinan bahwa China mampu meredam gejolak tekanan perang tariff yang dilancarkan AS.
Dalam perdagangan minggu lalu, harga minyak masih mempu menyimpan catatan positif meski harga minyak mentah AS masih jatuh ke zona bearish pada pertengahan minggu. Ada harapan bahwa kenaikan harga minyak akan terjadi dalam pekan ini. Pernyataan dari pemerintah Arab Saudi akhir pekan lalu dimana menyinggung OPEC dan sekutunya, mendekati kesepakatan baru untuk memperpanjang pembatasan produksi minyak setelah dibulan Juni ini menandai akhir kesekapakan sejak Januari lalu. Arab Saudi menekankan perlunya untuk mempertahankan pemangkasan produksi di sekitar level saat ini.
Memang ada celah yang menimbulkan etidakpastian di sekitar prospek kerjasama OPEC dan sekutunya, terutama dengan Rusia. Pun demikian, nampaknya Rusia memahami pentingnya memangkas produksi guna mempertahankan harga minyak tetap tinggi. Menteri Energi Rusia Alexander Novak pada hari Senin mengatakan ia tidak bisa mengesampingkan skenario di mana minyak turun menjadi $ 30 per barel jika perjanjian global tidak diperpanjang, menurut Reuters.
Anggota OPEC hanya memompa 30,09 juta barel per hari di bulan Mei, jumlah terendah sejak Februari 2015, sebelum Gabon, Equator Guinea dan Kongo bergabung dengan kelompok itu, Qatar juga masih menjadi anggota pada saat itu. Sementara produksi Arab Saudi turun menjadi 9,7 juta barel per hari – terendah sejak Januari 2015 dan produksi Irak melonjak ke tertinggi sepanjang masa 4,82 juta barel per hari, demikian jajak dilakukan dan melaporkan. (WK)