JAVAFX – Mengawali perdagangan minggu ini, bursa saham global melanjutkan kenaikannya. Indek MSCI dunia naik , meski bursa saham AS tutup bersama dengan bursa saham China untuk libur nasional. Kenaikan yang terjadi di bursa saham mendorong pula naiknya harga minyak mentah di bursa komoditi.
Harga minyak mentah bergabung dengan pasar saham yang terdorong naik, ke level tertinggi sejak Januari 2020 atas harapan stimulus AS. Menurut investor hal ini akan meningkatkan perekonomian dan pada akhirnya mendorong naik kembali permintaan bahan bakar.
Sentimen lain yang ikut mendorong kenaikan harga minyak mentah adalah kondisi di Timur Tengah yang membara. Terjadi pertempuran antara pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Mereka mengatakan telah mencegat pesawat tak berawak yang sarat bahan peledak. Drone tersebut ditembakkan oleh pihak sekutu Iran, yaitu Kelompok Houthi.
Harga minyak mentah Brent naik 1,6% menjadi $ 63,41 per barel. Minyak mentah AS naik 2,1% menjadi $ 60,74. Dengan aset berisiko yang menguntungkan, safe havens turun, dengan emas turun 0,2% menjadi $ 1.819 per ounce.
Dolar AS tetap tertekan, melayang di dekat posisi terendah dalam dua minggu ini karena para pedagang mengambil pandangan yang lebih hati-hati tentang laju rebound ekonomi AS. Terhadap sekeranjang mata uang, indek DXY turun sekitar 0,2%.
Bursa saham global mencapai puncak baru, dimana indek MSCI Dunia naik 0,2% ke rekor tertinggi baru. Hasil ini mengikuti pergerakan kuat serupa di Asia sebelummya. Kenaikan terjadi didorong kemakian vaksinasi yang memberikan harapan akan proses pemulihan ekonomi bisa lebih dini.
Ini merupakan kenaikan dari bursa saham global selama 11 hari beruntun dan mencapai puncak baru di tengah optimisme tentang peluncuran vaksin COVID-19 dan bantuan fiskal baru dari Washington.
Pasar menilai bahwa semakin banyak orang yang divaksinasi maka proses pemulihan dari serangan wabah ini bisa lekas terselesaikan. Sementara itu, pasar juga menaruh harapan tinggai pada rencana stimulus fiskal dari Presiden AS Joe Biden dengan menambah anggaran mencapai $ 1,9 triliun ke dalam perekonomian yang tengah mengalami “reflasi” dalam beberapa hari terakhir.
Pada hari Jumat, Indeks Volatilitas Cboe, yang dikenal sebagai “pengukur ketakutan” Wall Street, berakhir pada level terendah selama hampir setahun, membantu mendorong kenaikan 0,2% untuk ukuran MSCI saham dunia yang paling luas pada hari Senin.
Indek Eropa menghijau dimana FTSE Inggris naik hampir 1%. Smeentara bursa China dan Hong Kong masih libur untuk liburan Tahun Baru Imlek, Nikkei Jepang memimpin, naik 1,9% untuk merebut kembali level 30.000 poin untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga dekade.
Dalam minggu ini, perhatian pelaku pasar akan tertuju pada rilis risalah dari pertemuan Federal Reserve AS di bulan Januari, di mana pembuat kebijakan memutuskan untuk membiarkan suku bunga tidak berubah, untuk petunjuk tentang kemungkinan arah kebijakan moneter.
Mereka yang khawatir tentang dampak kegembiraan pasar terhadap prospek inflasi juga akan memiliki data baru untuk diuraikan, dengan Inggris, Kanada, dan Jepang, semuanya akan dilaporkan. Hari Jumat juga akan melihat negara-negara ekonomi utama, termasuk Amerika Serikat, merilis indeks manajer pembelian (PMI) awal Februari.
Selama kenaikan (inflasi) bertahap, pasar ekuitas dapat terus berjalan dengan baik. Namun, pergerakan yang tidak tepat tentu akan merugikan sentimen investor. Oleh sebab itu maka selisih kredit telah diperketat secara tajam, tetapi mereka masih memiliki ruang untuk menyerap beberapa imbal hasil yang lebih tinggi. Hal ini membuat kami lebih nyaman dengan risiko kredit daripada risiko suku bunga.