Presiden AS Joe Biden dijadwalkan menerima PM Irak Mustafa al-Kadhimi di Gedung Putih pada Senin (26/7).
Masa depan kehadiran pasukan AS di Irak diperkirakan akan menjadi fokus pembahasan mereka.
Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein mengatakan kepada VOA pekan lalu, ia memperkirakan kedua pihak akan menyepakati diakhirinya misi tempur AS di Irak.
AS memiliki sekitar 2.500 tentara di Irak sebagai bagian dari upaya koalisi pimpinan AS untuk memerangi kelompok ISIS yang dimulai pada tahun 2014.
Kedua negara sepakat pada April lalu untuk mengubah misi pasukan Amerika, berfokus pada peran pelatihan dan penasihat untuk membantu pasukan keamanan Irak, tetapi tidak ada jadwal waktu mengenai penuntasan transisi itu.
Irak menyatakan kemenangan atas militan ISIS pada tahun 2015.
Namun, kelompok tersebut telah mempertahankan kehadirannya di kawasan, termasuk dengan melancarkan serangan bom bunuh diri di sebuah pasar di Irak pekan lalu yang menewaskan sedikitnya 30 orang.
Pertemuan pada Senin (26/7) juga berlangsung di tengah-tengah serangan yang berlanjut terhadap posisi-posisi militer AS di Irak yang menurut AS dilakukan oleh milisi-milisi terkait Iran.
Pada 24 Juli, seorang komandan milisi pro-Iran mengeluarkan pernyataan yang mengancam akan menyerang pasukan AS di dalam negara itu dan menyerukan penarikan pasukan.
Serangan pesawat nirawak pada hari Sabtu lalu menghantam sebuah pangkalan militer di kawasan Kurdistan Irak yang menampung pasukan AS.
Kehadiran pasukan AS merupakan isu yang menimbulkan perselisihan pendapat di Irak.
Sebagian kalangan menyebutkan tentang perlunya dukungan militer AS untuk pasukan keamanan Irak, dan yang lainnya, termasuk faksi-faksi politik terkait Iran, menyerukan agar pasukan Amerika pergi meninggalkan negara itu.
Selain mengenai militer, Biden dan al-Khadimi juga diperkirakan akan membahas berbagai topik mengenai kerja sama mendatang dalam bidang politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan.