Jepang mulai membuang air laut ke terowongan bawah air, yang dibangun untuk pelepasan air terkontaminasi nuklir ke laut dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi.
Menurut NHK, Tokyo Electric Power Company (TEPCO), selaku operator PLTN Fukushima Daiichi, menyampaikan bahwa proses tersebut dimulai pada Senin sore (5/6) waktu setempat.
Meskipun rencana Jepang untuk membuang air radioaktif ke laut telah menuai penolakan keras dari dalam dan luar negeri, langkah itu dilakukan tanpa pemberitahuan awal.
Menurut TEPCO, terowongan yang strukturnya telah rampung dibangun pada April itu akan diisi sekitar 6.000 ton air laut, Selasa siang (6/6), waktu setempat.
Setelah terisi air, terowongan itu akan menyalurkan air yang terkontaminasi nuklir dari PLTN tersebut ke titik sekitar satu kilometer di lepas pantai.
Sistem pembuangan air itu hampir rampung, kecuali reservoir yang akan menyimpan air yang terkontaminasi nuklir sebelum dilepaskan, kata perusahaan tersebut.
TEPCO menambahkan bahwa pihaknya berencana merampungkan seluruh pekerjaan konstruksi pada akhir Juni.
Terlepas dari ketidakpastian dan bahaya yang mengkhawatirkan perihal zat radioaktif seperti tritium di dalam air, Jepang telah bergegas untuk membuang air terkontaminasi itu ke laut hingga memicu protes dari sejumlah kelompok sipil setempat, sejumlah negara tetangga, dan masyarakat Kepulauan Pasifik.
Diguncang oleh gempa bumi bermagnitudo 9,0 dan disusul tsunami pada 11 Maret 2011, PLTN Fukushima Daiichi mengalami peleburan (meltdown) inti reaktor yang melepaskan radiasi.
Hal itu mengakibatkan kecelakaan nuklir level 7 atau level tertinggi berdasarkan Skala Kejadian Nuklir dan Radiologi Internasional (International Nuclear and Radiological Event Scale).
PLTN Fukushima Daiichi telah menghasilkan air yang tercemar zat-zat radioaktif dalam jumlah besar dari proses pendinginan bahan bakar nuklir di dalam bangunan reaktor tersebut.
Air limbah itu saat ini disimpan di dalam sekitar 1.000 tangki penyimpanan.
Pada April 2021, Pemerintah Jepang mengumumkan rencana kontroversialnya untuk membuang air limbah ke Samudra Pasifik dan menyampaikan pada Januari 2023 bahwa proses pembuangan itu akan dimulai pada musim semi atau panas.