Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan pada Sabtu sepakat meluncurkan sebuah sistem berbagi informasi tentang rudal Korea Utara secara aktual (real-time) pada akhir tahun, di tengah uji coba rudal balistik yang berulang kali dilakukan Pyongyang.
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan menyusul pembicaraan mereka di sela konferensi tingkat tinggi (KTT) Keamanan Asia (Asia Security Summit) di Singapura, Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada, Menhan AS Lloyd Austin, dan Menhan Korsel Lee Jong Sup, mengatakan bahwa mereka akan “membuat kemajuan lebih lanjut” membuat sistem baru dapat operasional “selama beberapa bulan ke depan.” Pembicaraan pertama antara menteri pertahanan ketiga negara sejak Juni tahun lalu terjadi di sela-sela KTT yang berlangsung selama tiga hari di negara-kota Asia Tenggara itu, yang juga dikenal sebagai Dialog Shangri-La, yang dimulai pada hari Jumat.
Sistem berbagi informasi yang direncanakan akan memungkinkan ketiga negara untuk mendeteksi dan melacak proyektil yang ditembakkan oleh Korut dengan lebih akurat dan cepat, dan akan menjadi “langkah besar untuk pencegahan, perdamaian, dan stabilitas,” kata pernyataan tersebut.
Para menteri juga berjanji untuk mengadakan latihan pertahanan rudal tiga arah, di samping latihan anti-kapal selam, secara teratur sebagai tanggapan atas tindakan Korut, serta bertindak sebagai pencegahan.
Jepang dan Korsel akan berbagi informasi secara aktual melalui Amerika Serikat, karena dua sekutu keamanan AS di Asia Timur tidak memiliki mekanisme komunikasi langsung.
Washington memiliki sistem yang terhubung dengan Tokyo dan Seoul secara individual untuk melacak rudal Pyongyang dari waktu peluncuran hingga saat tumbukan.
Kerangka yang dipertimbangkan “akan meningkatkan kemampuan masing-masing negara untuk mendeteksi dan menilai ancaman rudal Korea Utara,” kata Hamada kepada wartawan setelah pertemuan trilateral.
Hamada menambahkan bahwa rincian terkait hal tersebut sedang dikerjakan.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Presiden AS Joe Biden, dan Presiden Korsel Yoon suk Yeol sepakat dalam sebuah pertemuan di Kamboja pada November tahun lalu untuk dapat berbagi data peringatan rudal Korut secara aktual.
Para menhan negara-negara tersebut mengadakan pembicaraan setelah peluncuran satelit pengintaian militer Korut gagal pada hari Rabu.
Ketiga negara mengatakan operasi tersebut kemungkinan akan menggunakan teknologi rudal balistik, yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Kantor berita resmi Korut, KCNA, mengatakan bahwa “cacat serius” muncul di mesin roket yang membawa satelit setelah peluncuran, dan mengakui bahwa roket tersebut terbang tidak normal.
Pyongyang telah berjanji untuk melakukan upaya lain “sesegera mungkin,” dan peluncuran yang telah diumumkan sebelumnya dari 31 Mei hingga 11 Juni belum dinyatakan berakhir, sehingga membuat Tokyo, Washington, dan Seoul tetap mewaspadai kemungkinan peluncuran lebih lanjut.
Selama pembicaraan, Austin menegaskan kembali “komitmen aliansi yang teguh” negaranya untuk Jepang dan Korsel, yang “didukung oleh berbagai kemampuan AS, termasuk nuklir,” menurut pernyataan tersebut.
Sejak awal tahun lalu, Korut telah sering melakukan uji coba rudal, dengan kekhawatiran yang tersisa bahwa Korut bersiap untuk melakukan uji coba nuklir ketujuh, yang pertama sejak September 2017.
Ketiga negara telah meningkatkan kerja sama keamanan mereka dengan latar belakang pemulihan hubungan baru-baru ini antara Jepang dan Korsel setelah Yoon menjabat pada Mei tahun lalu.
Selain Korut, tiga menhan menegaskan kembali pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, di mana aktivitas militer China semakin intensif, dan menyatakan penolakan keras mereka terhadap setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo melalui kekerasan atau paksaan.
Pada Sabtu juga digelar pertemuan trilateral antara Hamada dan Austin dengan Menhan Australia Richard Marles di Singapura, guna meningkatkan jumlah latihan bersama yang dilakukan oleh pasukan mereka, serta memperluas kegiatan mereka, menurut pernyataan bersama.