Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB dan organisasi lain internasional di Jenewa menanggapi pernyataan pakar PBB dan membantah tuduhan soal pelanggaran hak asasi manusia dalam proyek Mandalika di Lombok.
“Pemerintah Republik Indonesia berkeberatan terhadap rilis berita dari beberapa Special Procedures Mandate Holders (pemegang mandat prosedur khusus) yang bertajuk Indonesia: Pakar PBB Mengungkapkan Adanya Permasalahan HAM pada Proyek Pariwisata Bernilai lebih dari USD 3 Miliar pada 31 Maret 2021,” demikian pernyataan PTRI Jenewa yang dipantau ANTARA pada Rabu.
Pihak PTRI di Jenewa menyampaikan bahwa siaran pers pemegang mandat prosedur khusus (Special Procedures Mandate Holders/SPMH) PBB itu sangat disayangkan oleh Pemerintah Indonesia karena salah mengartikan kasus sengketa hukum terkait dengan penjualan tanah dan telah menempatkannya ke dalam narasi yang tidak tepat dan hiperbolik.
PTRI mengkritik keras narasi SPMH PBB yang dinilai salah saat mengeluarkan pernyataan “… menguji komitmen tinggi Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta hak asasi manusia yang mendasarinya.” PTRI menekankan bahwa sejak dicanangkannya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), Indonesia — sebagai proponen aktif SDGs — selalu menggarisbawahi bahwa SDGs hanya dapat dicapai dengan memajukan pilar pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan hidup secara seimbang.