Indonesia dorong pencapaian target vaksinasi WHO

0
56

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan perlunya kemitraan global untuk meningkatkan kapasitas negara-negara berkembang dalam mengatasi pandemi.

Dia juga menekankan pentingnya mencapai target vaksinasi 40 persen populasi setiap negara hingga akhir 2021 yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pernyataan itu ia sampaikan dalam pertemuan virtual USAID Development Ministerial on COVID-19 yang diprakarsai Amerika Serikat dan dipimpin Administrator USAID Samantha Power, yang berlangsung secara virtual pada Senin malam (6/12).

“Saat ini kesenjangan vaksinasi global masih lebar, di mana negara berpenghasilan rendah hanya menerima 0,6 persen dari seluruh vaksin yang ada.

Sebanyak 96 negara masih belum memenuhi target WHO untuk mencapai 40 persen vaksinasi penduduknya pada akhir 2021, padahal waktunya tinggal beberapa minggu lagi,” kata Menlu Retno, seperti disampaikan dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

Dalam pertemuan tersebut, ia memaparkan dua upaya untuk merespons isu itu untuk jangka pendek terkait kesetaraan akses terhadap vaksin, dan jangka panjang yaitu membangun sebuah ketahanan kesehatan yang lebih kuat.

Untuk jangka pendek, lanjut Retno, fokus utama yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana semua negara meningkatkan kerja sama untuk dapat memenuhi target WHO.

Terdapat dua hal yang dapat dilakukan guna mencapai hal tersebut yaitu pertama, percepatan akses global terhadap vaksin, termasuk dengan berbagi dosis.

“Dosis yang diberikan harus memiliki masa kedaluwarsa yang panjang dan terdapat linimasadistribusi yang jelas.

Masih banyak yang belum diketahui mengenai varian Omicron.

Hendaknya kebijakan negara-negara ke depan tidak semakin mempersulit upaya mencapai kesetaraan vaksin,” kata Retno.

Kedua, penguatan kapasitas penyerapan di negara penerima mengingat banyak negara yang tidak memiliki sumber daya dan infrastruktur memadai untuk mendistribusikan vaksin kepada penduduknya.

Dalam hal ini, Retno menceritakan pengalaman Indonesia dalam mendistribusikan vaksin ke seluruh kepulauan di Indonesia, yang tentunya bukan merupakan hal yang mudah.

Sementara untuk jangka panjang,Menlu Retno menekankan pentingnya penguatan keterlibatan negara berkembang dalam rantai pasok vaksin global.

Hal ini dapat dilakukan dengan mendiversifikasi manufaktur vaksin global, membangun pusat produksi dan distribusi vaksin kawasan, memfasilitasi teknologi transfer, dan meningkatkan akses terhadap bahan mentah vaksin.

Pertemuan USAID mengenai COVID-19 dihadiri sekitar 20 menteri dan sembilan perwakilan organisasi internasional dari berbagai negara, termasuk di antaranya Direktur Jenderal WHO dan CEO GAVI, Presiden Bank Dunia, dan Direktur Jenderal UNICEF.

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan bahwa setahun lalu vaksin pertama disuntikkan dan saat ini negara-negara masih mengalami hambatan dalam mengubah vaksin menjadi vaksinasi.

Disampaikan oleh Tedros bahwa COVAX telah memainkan peran penting dan saat ini telah mendistribusikan lebih dari 600 juta dosis vaksin COVID-19 ke 144 negara dan teritori.

Dalam dua bulan terakhir, COVAX telah mendistribusikan vaksin dalam jumlah yang lebih besar dari total distribusi selama delapan bulan.

Tedros menegaskan pentingnya transparansi dalam pendistribusian vaksin dengan memperhatikan masa kedaluwarsa vaksin.

Diingatkan pula oleh Dirjen WHO bahwa selain vaksinasi, terdapat kebutuhan peningkatan kapasitas testing, sequencing, serta ketersediaan oksigen dan obat-obatan.

Dirjen WHO juga menyampaikan rencana pledging conference pada kuartal pertama 2022 sebagai upaya pembiayaan pemenuhan target vaksinasi WHO.

Pertemuan USAID kemudian membahas bagaimana mempercepat program vaksinasi dan mentransformasi vaksin menjadi vaksinasi, khususnya di negara berkembang yang memiliki keterbatasan dalam kapasitas distribusi vaksin.

Dalam diskusi, negara-negara menyampaikan berbagai tantangan-tantangan yang dihadapi antara lain akses terhadap vaksin serta kebutuhan pembiayaan, kapasitas produksi, infrastruktur untuk distribusi, keahlian teknis, serta kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan.

Pertemuan itu diselenggarakan pemerintah AS sebagai tindak lanjut pertemuan Global COVID Summit yang dipimpin Presiden Biden pada September 2021 dan COVID-19 Foreign Ministerial Meeting pada November 2021 yang digagas oleh Menlu Antony Blinken.