JAVAFX – Harga minyak di perdagangan bursa berjangka mengalami kenaikan dengan catatan penutupan tertinggi dalam sekitar sebulan ini. Dalam perdagangan hari Rabu (23/10/2019), dorong kenaikan harga didapatkan setelah laporan pemerintah AS bahwa terjadi penurunan pasokan minyak secara mingguan yang tak terduga, untuk yang pertama kali dalam enam minggu ini.
Dengan tingkat penyulingan yang diatur untuk meningkatkan aktivitas menjelang peraturan Organisasi Maritim Internasional 1 Januari dimana akan dilakukan pembatasan bahan bakar laut yang mengandung sulfur, dan dengan ekspor yang kuat sementara impor yang lemah, pengembalian ke penarikan minyak mentah bisa menjadi tren di masa depan.
Harga minyak mentah WTI untuk kontrak pengiriman bulan Desember, naik $ 1,49, atau 2,7%, menjadi $ 55,97 per barel di New York Mercantile Exchange. Itu adalah penyelesaian kontrak untuk bulan depan tertinggi sejak 26 September, menurut Dow Jones Market Data. Sementara harga minyak mentah Brent untuk bulan Desember, naik $ 1,47, atau 2,5%, menjadi $ 61,17 per barel di ICE Futures Europe exchange, penyelesaian kontrak bulan depan tertinggi sejak 27 September.
Lembaga Informasi Energi AS pada hari Rabu melaporkan bahwa pasokan minyak mentah AS turun untuk pertama kalinya dalam enam minggu, turun 1,7 juta barel untuk pekan yang berakhir 18 Oktober. Secara terpisah, pasokan minyak dari Cadangan Minyak Strategis AS, atau SPR, turun 1 juta barel untuk minggu ini.
Pasokan minyak mentah diperkirakan akan meningkat sebesar 4,7 juta barel, menurut analis yang disurvei oleh S&P Global Platts. Sebelumnya, American Petroleum Institute (API) pada hari Selasa melaporkan terjadi kenaikan pasokan sebesar 4,45 juta barel.
Harga minyak mentah telah ditekan oleh kekhawatiran tentang permintaan dunia akan minyak diperkirakan akan melemah selama perlambatan ekonomi menyelimuti sebagian besar negara maju. Kekhawatiran atas permintaan minyak mentah global masih ada, terutama dari importir minyak besar Asia seperti Cina, Korea Selatan dan Jepang, yang mesin produksinya terus terganggu. OPEC sendiri juga telah kehilangan pangsa pasar yang luar biasa ke Amerika Serikat, setelah mereka mengalami ledakan produksi minyak serpih dan kini mengubahnya menjadi produsen minyak terbesar di dunia serta sebagai negara eksportir minyak. (WK)