Harga minyak turun tipis di sesi Asia tertekan kekhawatiran permintaan

0
61
[url=http://www.istockphoto.com/search/lightbox/18181579] [IMG]http://s1.zrzut.pl/Ag1lkAv.jpg[/IMG] [/url]

Harga minyak sedikit melemah di awal perdagangan Asia pada Jumat, karena kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global dan ketidakpastian membebani pasar menyusul berbagai kenaikan suku bunga di seluruh dunia minggu ini.

Minyak mentah berjangka Brent turun 83 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 118,98 dolar AS per barel pada pukul 01.37 GMT.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 80 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 116,79 dolar AS per barel.

Jika kerugian bertahan sepanjang hari, minyak mentah berjangka Brent akan mencatat penurunan mingguan pertama dalam lima pekan, sementara minyak mentah berjangka AS akan mengalami penurunan pertama dalam delapan pekan.

Bank-bank sentral di seluruh Eropa menaikkan suku bunga pada Kamis (16/6/2022), beberapa dengan jumlah yang mengejutkan pasar, dan mengisyaratkan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk menjinakkan inflasi yang melonjak yang mengikis tabungan dan menekan keuntungan perusahaan.

Bank sentral Argentina menaikkan suku bunga acuannya paling banyak dalam tiga tahun pada Kamis (16/6/2022), karena negara Amerika Selatan itu memerangi inflasi yang mencapai lebih dari 60 persen.

Pergerakan itu terjadi setelah kenaikan suku bunga 75 basis poin minggu ini oleh Federal Reserve AS, tertinggi sejak 1994.

Pembuat kebijakan Federal Reserve kurang percaya diri sejak puncak pandemi tentang apa yang akan terjadi dengan ekonomi, data menunjukkan.

Indeks saham AS juga ditutup melemah tajam pada Kamis (16/6/2022) dalam aksi jual luas karena kekhawatiran resesi meningkat.

Badan Energi Internasional pada Rabu (15/6/2022) juga memperingatkan bahwa harga minyak yang tinggi dan perkiraan ekonomi yang melemah meredupkan prospek permintaan di masa depan.

Investor juga tetap fokus pada pasokan yang ketat setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran.

“Rebound dalam sentimen permintaan China, dan ekspektasi peningkatan musiman dalam permintaan minyak OECD hingga Agustus membuat risiko harga naik hingga kuartal ketiga 2022,” kata Baden Moore, kepala penelitian komoditas di National Australia Bank.