Harga Minyak Turun, Khawatir Kondisi China Melempem

0
86
Rigging as seen from upper deck on a drill ship silhouetted by the setting sun. Cranes , tower, catwalk and satellite dome are in the image.

JAVAFX – Harga minyak mentah di bursa berjangka pada perdagangan awal minggu ini, Senin (14/01) berakhir dengan turun. Ini menandai penurunan kedua secara berturut-turut. Jatuhnya harga dipengaruhi oleh turunnya bursa saham global. Melemahnya perekonomian China yang terindikasi dari data ekonomi terkini yang melemah.

Minyak mentah West Texas Intermediate yang menjadi patokan harga di AS untuk pengiriman bulan Februari turun $ 1,08, atau 2,1%, ke harga $ 50,51 per barel pada hari Senin di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Pada perdagangan sebelumnya di hari Jumat (11/01) harga menutup perdagangan sepekan dalam posisi naik sekitar 7,6%, menurut Dow Jones Market Data.

Sementara itu harga minyak mentah jenis Brent, yang menjadi patokan harga minyak dunia, juga berakhir turun $ 1,49, atau 2,5%, ke $ 58,99 per barel di Bursa ICE Futures Europe. Pada kinerja minggu lalu, tercatat harga Brent mengalami kenaikan sebesar 6%.

Indikator ekonomi terkini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian China melemah. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Terlebih setelah dari Eropa juga dikabarkan produksi industri mereka juga melemah. Ini menimbulkan pertanyaan apakah stimulus China, yang telah diumumkan, telah cukup untuk menangkal perlambatan besar dalam ekonomi Tiongkok atau tidak efektif.

Pada saat yang sama, data tersebut seakan mengkonfirmasi bagimana tekanan kepada China dari Perang Dagang dengan AS memberikan dampak nyata. Dengan demikian, harapan akan tercapainya kesepakatan perdagangan dengan AS, semakin besar meskipun untuk mencapainya akan sulit. Pasalnya, Cina melaporkan bahwa surplus perdagangan mereka mengalami kenaikan pada 2018.

Sebagaimana dilaporkan Beijing, bahwa impor dan ekspor China melemah untuk bulan Desember. Namun mereka masih menikmari surplus perdagangan dengan AS dengan melonjak ke rekor baru $ 323,32 miliar pada tahun 2018, di tengah Perang Dagang Washington – Beijing.

Dengan kata lain, China memerlukan kesepakatan dengan AS guna menghentikan penurunan ekonomi mereka sendiri. Sementara beberapa orang berpendapat bahwa China memainkan permainan panjang ketika masuk kedalam perang dagang ini. Baik AS dan China benar-benar akan mengalami kesulitan untuk pulih jika mereka membiarkan perang dagang ini bertahan lebih lama.

Melemahnya perekonomian China memberikan tekanan terhadap bursa saham global. Indek Dow Jones dan indek S&P 500 berakhir dengan minus.

Dalam sebuah wawancara dengan CNBC selama akhir pekan, Mohammed Barkindo, sekretaris jenderal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, mengatakan ia “prihatin dengan perselisihan perdagangan yang masih ada”. Pasalnya, setiap tindakan yang dapat berdampak atau menghambat perdagangan mungkin berdampak pada pertumbuhan dan perluasan pada permintaan energi,” katanya. Barkindo menyimpulkan bahwa selain itu AS, Cina dan India tetap menjadi titik paling terang dalam hal permintaan energi.

Pekan lalu, harga minyak dibursa berjangka naik ke level tertinggi sejak awal Desember. Kenaikan didorong oleh sejumlah data yang mengungkapkan terjadinya penurunan produksi dari para produsen utama minyak. Kenaikan mendorong harga minyak mentah keluar dari pasar bearishnya, didefinisikan sebagai penurunan 20% dari puncak harga baru-baru ini. (WK)