JAVAFX – Harga Minyak mentah di bursa berjangka berakhir lebih rendah pada hari Jumat (11/01). Berbalik dari penguatan sehari sebelumnya, naik beruntun terpanjang selama sembilan tahun terakhir, sekaligus mencetak kenaikan mingguan kedua berturut-turut.
Minyak Mentah jenis West Texas Intermediate, selaku patokan harga di AS, berusaha mencetak kenaikan dalam beberapa menit terakhir perdagangan pada hari Kamis. Kenaikan ini memungkinkan harga menorehkan rekor kenaikan kesembilan kali berturut-turut sebagai kemenangan beruntun terpanjang sejak Januari 2010. Sementara untuk minyak mentah Brent, tercatat sebagai kenaikan yang terpanjang selama lebih dari 11 tahun.
Dengan kenaikan yang terjadi, secara teknis, jeda harga saat ini adalah hal yang wajar. Harga minyak naik terlalu tinggi terlalu cepat, tanpa jeda sehingga investor butuh sebuah momentum untuk mengambil keuntungan di sekitar level resistensi utama. Pun demikian, kenaikan harga ini memang tidak terlihat terlalu cerah. Ada masalah dalam hal pasokan minyak, khususnya yang dilakukan oleh negara produsen non-OPEC cenderung naik, sayangnya prospek permintaan global tidak terlihat terlalu bagus tahun ini.
Minyak mentah West Texas Intermediate untuk kontrak pengiriman Februari turun $ 1, atau 1,9%, ke harga $ 51,59 per barel. Turun dari penutupan di hari Kamis pada harga $ 52,59 per barel di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Ini adalah harga yang tertinggi sejak 7 Desember, menurut Dow Jones Market Data. WTI membukukan kenaikan mingguan sekitar 7,6%.
Harga naik dari kondisi pasar bearish, pada hari Rabu dan pada menutup perdagangan di hari Jumat, dengan catatan kenaikan sekitar 21% dari level terendah selama 52-minggu di $ 42,53 pada 24 Desember.
Disisi lain, harga minyak mentah Brent, untuk kontrak pengiriman bulan Maret turun $ 1,20, atau 2%, menjadi $ 60,48 per barel. Harga tercatat dengan kenaikan 6% untuk minggu ini. Ditutup pada $ 61,68 per barel di ICE Futures Europe pada perdagangan hari Kamis adalah yang tertinggi sejak 4 Desember.
Harga terkerek naik dalam perdagangan hari Kamis dengan dorongan pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell. Ia menekankan kembali bahwa bank sentral AS akan bersikap lebih fleksibel dan sabar dalam mengubah kebijakan terlebih jika prospek ekonomi dan keuangan memburuk.
Komentar yang demikian ini dipandang oleh pelaku pasar berpotensi mendukung permintaan minyak di masa depan. Menyusul pernyataan itu, dolar menguat dan indeks bursa saham AS. naik sementara harga minyak berjangka datar.
Secara keseluruhan, kemajuan terbaru untuk kompleks energi telah didukung oleh optimisme atas pembicaraan perdagangan AS-China, serta penurunan produksi bulan Desember dari produsen utama dan penurunan persediaan minyak mentah AS minggu lalu. Produksi minyak dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) turun 630.000 barel per hari ke level terendah enam bulan di 32,43 juta barel pada Desember, menurut survei S&P Global Platts yang dirilis awal pekan ini.
Harga minyak mentah masih menyimpan potensi koreksi sebesar 30 persen lebih rendah dari harga tertinggi baru-baru ini pada bulan Oktober. Namun dalam jangka pendek, dengan rencana pemotongan produksi minyak oleh OPEC +, penurunan terus-menerus dalam ekspor Iran, dan melemahnya dolar AS dapat membantu mendukung harga minyak mentah naik kembali.
Iran akan memangurangi ekspornya, hingga menemukan pembeli baru. Sementara pembeli tradisionalnya, mendapat potongan harga.
Sementara itu, di A.S., Baker Hughes melaporkan pada hari Jumat bahwa jumlah rig pengeboran dalam negeri turun untuk minggu kedua berturut-turut – dengan 4 untuk berdiri di 873 minggu ini, menunjukkan perlambatan dalam produksi minyak mentah. (WK)