JAVAFX – Harga minyak tetap stabil, perang tarif memberatkan pada perdagangan minyak siang hari jelang sore ini dimana harga minyak tidak akan membaik di kemudian hari disaat permintaan akan berkurang.
Sebelumnya pemerintah AS mengumumkan bahwa inventarisasi minyak AS mengalami penurunan yang lebih besar dari besaran persediaan yang ada di mana dalam seminggu sudah turun 4,3 juta barel, terbesar sejak Februari 2015 lalu. Sisi produksi minyak AS masih 11 juta bph sedang persediaan minyak mereka masih naik. Harga minyak semalam melemah drastis akibat data AS tersebut, namun siang ini masih bertahan di level rendah akibat dari perang dagang yang masih memanas.
Hal ini telah membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak September di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk sementara menguat $0,05 atau 0,07% di level $67,82 per barel. Sedangkan minyak Brent kontrak Oktober di pasar ICE Futures London untuk sementara melemah $0,03 atau 0,04% di harga $76,47 per barel.
Perang tarif selain dengan Kanada yang masih belum selesai, kabarnya Jepang juga akan dibidik dengan pengenaan tarif baru. Harga minyak juga gagal menguat juga disebabkan komentar dari Menteri Minyak Oman Mohammad bin Hamad Al Ruhmy yang menyatakan kepada Reuters bahwa harga minyak tidak akan lebih dari 70 atau kurang dari 70 juga di mana rentang harga tersebut adalah harga yang sepantasnya.
Tekanan harga minyak sebelumnya muncul karena produksi minyak OPEC antara Juli hingga Agustus lalu, ternyata mengalami kenaikan sebanyak 220 ribu bph mencapai 32,79 juta bph, demikian menurut survei Reuters. Naiknya produksi OPEC ini diluar perkiraan pasar mengingat Iran akan segera terdampak sanksi pelarangan transaksi oleh AS di bulan depan. Produksi minyak yang berlimpah tentu membuat harga minyak tidak menarik alias melemah lagi.
Kondisi ini diperberat mengingat Presiden Trump sudah menyiapkan tarif baru kepada China sehingga tensi perang dagang sungguh mengganggu pergerakan minyak. Apalagi Kanada belum diikutsertakan dalam NAFTA, membuat kawasan Amerika Utara masih rawan konflik tarif.
Tekanan harga minyak kali ini jelang sanksi Iran adalah kinerja ekonomi beberapa negara berkembang yang sedang menurun, sehingga diperkirakan permintaan konsumsi minyaknya juga akan merosot tajam. Padahal konsumsi mereka bisa mencapai 60% dari pangsa pasar minyak dunia sehingga jika memang akan menurun konsumsinya maka sisi keseimbangan pasokan akan dipertaruhkan kembali.
Perang dagang akan membawa konsekuensi akan turunnya pertumbuhan sebuah negara sehingga permintaan akan minyak juga dapat dipastikan mengalami penurunan. Inilah yang ditakutkan oleh pelaku pasar jika masalah perang dagang muncul lagi.
(Sumber: Analis JAVAFX)
Author : Adhi Gunadhi