JAVAFX – Harga minyak tetap melaju alias menguat kembali pada perdagangan semalam terbantu dengan mengecilnya persediaan minyak pemerintah AS menurut EIA.
Data persediaan minyak pemerintah AS menurut EIA juga mengalami penurunan kembali di minggu lalu.
Semalam Energy Information Administration menyatakan bahwa stok minyak turun 7,2 juta barel, persediaan bahan bakar juga turun 1,9 juta barel dan minyak destilasi persediaannya turun 453 ribu barel.
EIA juga mencatat bahwa produksi minyak AS sedikit menurun 19 ribu barel perhari menjadi total 9,41 juta barel perhari.
Beberapa pihak masih tetap khawatir dengan membaiknya harga minyak tersebut, dimana kebiasaan dari pihak AS bahwa bila harga naik maka produksi minyak AS akan makin meninggi, terbukti dengan pernyataan EIA malam tadi, bahwa penurunan persediaan tersebut hanya karena pengurangan impor minyak AS dan bukan karena produksi yang berkurang banyak.
Namun faktor kerugian usaha ketika harga minyak kembali dibawah angka $50 per barel, seperti yang dinyatakan Anadarko Petroleum Corp semalam, dapat menjadi acuan bahwa rendahnya harga minyak membuat perusahaan minyak asal AS tersebut mengalami kerugian usaha diatas ekspetasinya dan akan mengurangi belanja anggarannya kurang lebih $300 juta akibat dari tertekannya harga minyak di 2 bulan ini.
Faktor berkurangnya persediaan minyak AS, membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak September di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk perdagangan sebelumnya ditutup menguat $0,83 atau 1,73% di level $48,72 per barel.
Sedangkan minyak jenis Brent kontrak September di pasar ICE Futures London ditutup menguat $0,75 atau 1,49% di harga $50,95 per barel.
Di sisi lain, sebetulnya penguatan harga semalam juga dipengaruhi oleh hasil pertemuan menteri-menteri anggota OPEC dan non-OPEC yang ikut serta dalam komitmen pemangkasan produksi minyak 1,8 juta barel perhari di St Petersburg Rusia.
Pertemuan JMMC tersebut menghasilkan komitmen baru bahwa Arab Saudi bersedia mengurangi ekspor minyaknya menjadi 6,6 juta barel perhari atau lebih rendah 1 juta barel perhari mulai pengiriman bulan Agustus nanti dan kebersediaan Nigeria yang kali ini ikut serta dalam pertemuan tersebut, juga telah bersedia untuk membatasi produksi minyaknya tidak lebih dari 1,8 juta barel perhari.
Sedangkan menurut sumber OPEC bahwa produksi minyak Nigeria di bulan lalu sekitar 1,64 juta barel perhari.
Sayangnya keinginan pembatasan tersebut belum dapat dilaksanakan karena produksi minyak Nigeria tergelincir 180 ribu barel perhari dan memaksa Shell memperbaiki pipa yang bocor.
Jejak Nigeria juga diikuti oleh Libya, dimana OPEC telah memberikan keringanan bila produksi minyak Libya belum mencapai 1,4 hingga 1,6 juta barel perhari dan stabil dalam 90 hari, maka Libya tetap dibebaskan dalam komitmen pemangkasan 1,8 juta barel perhari tersebut.
Sejauh ini, produksi minyak Libya telah mencapai 1,02 juta barel perhari.
Rapat di Rusia pada awal pekan lalu, merupakan tonggak bagi minyak untuk rebound dikala semua investor melihat minyak secara pesimis bahwa sisi keseimbangan harga masih cenderung mengarah kepada kelebihan pasokan dibanding rendahnya permintaan minyak global.
Selain itu, kondisi produksi Venezuela sebesar 2 juta barel perhari nampaknya akan terganggu setelah terjadinya mogok nasional selama 2 hari menuntut presiden Nicola Meduro untuk mundur dan segera melakukan pemilu lagi.
Pihak AS sendiri telah menunda membayarkan milyaran dolar untuk impor minyaknya dari Venezuela.
Sumber berita: Reuters, Investing, Bloomberg, Marketwatch
Sumber gambar: USA Today