Harga minyak turun untuk hari kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), menjadi bertengger di level terendah satu pekan, tertekan kekhawatiran melonjaknya kasus COVID-19 di India akan menurunkan permintaan bahan bakar di importir minyak terbesar ketiga dunia itu, serta kenaikan tak terduga persediaan AS.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni, ditutup 1,25 dolar AS atau 2,0 persen lebih rendah pada 65,32 dolar AS per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juni turun 1,32 dolar AS atau 2,1 persen menjadi menetap di 61,35 dolar AS.
“Ada kekhawatiran yang berkembang tentang permintaan mengingat terus meningkat tajam dalam jumlah kasus Virus Corona baru di negara berkembang utama seperti India,” Analis Energi Commerzbank Research, Carsten Fritsch, mengatakan dalam sebuah catatan pada Rabu (21/4/2021).
“Kegelisahan permintaan kembali menjadi sorotan kemarin di tengah peningkatan tajam kasus virus corona global.
Tidak ada tempat yang lebih jelas selain di India,” kata analis lainnya dari PVM.
India, juga pengguna minyak terbesar ketiga di dunia, pada Rabu (21/4/2021) melaporkan rekor peningkatan lain dalam jumlah kematian harian akibat COVID-19.
Harga juga berada di bawah tekanan karena data menunjukkan kenaikan mengejutkan dalam stok AS.
Persediaan minyak mentah AS meningkat 0,6 juta barel selama pekan yang berakhir 16 April, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam sebuah laporan pada Rabu (21/4/2021).
Rata-rata, analis memperkirakan EIA akan melaporkan penurunan 4,4 juta barel dalam persediaan minyak mentahnya.
Meningkatkan kemungkinan pasokan minyak lebih lanjut, Iran dan kekuatan dunia telah membuat kemajuan dalam pembicaraan untuk menyelamatkan perjanjian nuklir 2015, yang, jika berhasil, dapat melihat sanksi dicabut dan lebih banyak barel Iran kembali ke pasar.
Namun perusahaan-perusahaan perdagangan minyak besar menyimpan solar dan bahan bakar jet pada supertanker yang baru dibangun di Asia dan Afrika untuk mengantisipasi vaksinasi COVID-19 yang mendorong harga lebih tinggi di bulan-bulan mendatang.