Harga Minyak Berbalik Naik Oleh Sejumlah Sentimen Fundamental

0
78
Minyak Mentah
LNG Tanker loading Liquified Natural Gas at liquefaction plant.

JAVAFX – Minyak berjangka membalikkan kerugian sebelumnya pada hari Selasa (23/07/2019), sehari menjelang akan dilakukannya paparan pasokan minyak AS yang diyakini mengalami penurunan mingguan keenam berturut-turut.

Dilaporkan bahwa A.S. dan China ingin mengadakan pembicaraan perdagangan minggu depan. Hal ini membantu meredakan kekhawatiran tentang permintaan energi, setelah Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan globalnya untuk melambatnya konsumsi minyak. Para negosiator perdagangan AS ingin menuju ke Cina minggu depan untuk pembicaraan perdagangan langsung, demikian menurut CNBC Selasa.

Harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate untuk kontrak pengiriman bulan September naik 55 sen, atau 1%, di New York Mercantile Exchange (NYMEX), menjadi $ 56,77 per barel. Sementara harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman bulan September, naik 57 sen, atau 0,9% menjadi $ 63,83 per barel di ICE Futures Europe, London.

Pasar minyak bergerak lebih tinggi pada Selasa sore di belakang “tiga katalis bernada bullish“.  Sebuah perkiraan survei analis terbaru menyerukan adanya pengurangan pasokan minyak mentah yang akan disampaikan oleh Lembaga Informasi Energi pada hari Rabu.

Kemudian, ada berita utama bahwa militer Inggris telah mendekati sekutunya yaitu Uni Eropa untuk membahas misi melindungi kapal-kapal yang bepergian melalui Selat Hormuz. Ketiga adalah berita rencana perundingan AS – China dalam mencari penyelesaian perang dagang yang akan berlangsung dalam pekan depan.

Laporan pasokan minyak mentah sangat dinanti-nantikan dari EIA, diperkirakan akan mengungkapkan penurunan sebesar 4,4 juta barel minyak mentah untuk pekan yang berakhir 19 Juli, menurut survei analis yang disurvei oleh S&P Global Platts. Itu akan menandai penurunan mingguan keenam beruntun.

Namun, secara keseluruhan ada sebuah premis adanya kemungkinan gangguan di chokepoint global yaitu di Selat Hormuz. Harga minyak turun tajam minggu lalu, setelah membukukan kenaikan yang cukup besar pada minggu sebelumnya, dengan demikian penurunan ini lebih bersifat teknis. Sebaliknya melihat perkembangan krisis di Timur Tengah, dapat dikatakan bahwa sentiment pendorong kenaikan harga minyak masih kuat.

Ditengah upaya AS dan Iran untuk mencari jalan keluar, muncul ketakutan pasokan dengan kekhawatiran permintaan karena produksi global melambat.  Ketika kekhawatiran untuk ekonomi global meningkat, kekhawatiran akan kelebihan pasokan minyak global mungkin terjadi. Ini berarti sentiment negatif bagi harga minyak masih terbuka.

Carsten Fritsch, analis komoditas di Commerzbank, mengatakan pasar juga mendapat sentiment dari terpilihnya Boris Johnson untuk menjadi perdana menteri baru Inggris pada hari Rabu setelah memenangkan kontes kepemimpinan Partai Konservatif. Jika Johnson mengambil sikap keras, ini bisa mendorong pelaku pasar untuk menilai kembali situasi di Timur Tengah, dan mendorong harga minyak naik lebih tajam. Iran sendiri dikabarkan memang menyita sebuah kapal tanker berbendera Inggris di Selat Hormuz pekan lalu.

Beberapa analis berpendapat bahwa para pedagang meremehkan risiko seputar situasi Iran, dengan memperingatkan bahwa belum ada jalan yang jelas untuk turun.  Dengan semua ketidakpastian masalah Iran, para pedagang menunggu momentum untuk mendorong harga yang lebih tinggi. Saat ketegangan berlarut-larut, dimana ego dari Presiden Donald Trump terus tumbuh,  yang bisa mengarah pada aksi militer, jelas akan mendorong harga minyak naik. (WK)