JAVAFX – Harga emas berakhir sedikit lebih tinggi pada perdagangan hari Rabu (23/01), dimana indek Dolar AS melemah, namun naiknya ekuitas AS membatasi potensi kenaikan harga.
Disisi lain, beragam prospek ekonomi dan isu-isu global utama, termasuk ketidakpastian perdagangan dan Brexit, juga berkontribusi terhadap kenaikan logam mulia baru-baru ini. Hal ini menjaga asa harga berpeluang naik kembali.
Untuk kontrak pengiriman bulan Februari di bursa Comex, harga emas naik 60 sen, atau 0,05%, berakhir di $ 1.284 per troy ons. Logam Mulia diperdagangkan antara $ 1.277,70 – $ 1.286. Sementara indek Dolar AS turun 0,2% ke 96,098.
Biasanya, melemahnya Dolar AS akan menjadi faktor positif bagi harga emas untuk menguat. Sayangnya saat dolar melemah kemarin, permintaan aset beresiko juga naik. Indek Dow Jones mendapatkan dorongan dari sejumlah laporan pendapatan yang bernada optimis dari perusahaan kelas berat. Kondisi ini menarik minat investor dan berpaling dari emas. Alhasil harga emas memilih untuk bertahan.
Namun, pada dasarnya tidak ada alasan cukup kuat yang memberatkan laju kenaikan harga emas saat ini. Terlebih dengan kabar adanya kenaikan aksi beli emas oleh sejumlah bank sentral dunia, tentu menjadi elemen pendukung kenaikan harga emas lebih lanjut. Sebagaimana dilaporkan bahwa Bank Sentral Rusia juga meningkatkan pembelian emas hingga 22% pada akhir 2018 dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu, situasi kredit secara keseluruhan di dunia adalah masalah yang memprihatinkan juga dan ini telah meningkatkan permintaan emas fisik di mata beberapa bank sentral. Jika permintaan fisik terus meningkat, itu akan mendukung harga emas naik lebih tinggi.
Pada perdagangan hari Selasa, harga Emas naik Selasa oleh ketegangan terjadi menyusul laporan bahwa AS membatalkan rencana pertemuan dengan para pejabat China. Kedua negara memang tengah berusaha untuk mencapai resolusi dalam sengketa perdagangan yang telah merusak prospek ekonomi global.
Para pejabat AS membatalkan pembicaraan perdagangan persiapan pekan ini dengan dua wakil menteri China, menjelang pertemuan tingkat tinggi di Washington akhir bulan ini, menurut laporan Financial Times. Kedua negara menghadapi tenggat waktu hingga 1 Maret untuk mencapai kesepakatan perdagangan. Namun penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow kemudian membantah bahwa pertemuan telah dibatalkan.
Kekhawatiran pasar dalam perdagangan minggu ini, diperkuat dengan peringatan IMF bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini diperkirakan akan lebih rendah. Sementara berita seputar Brexit juga telah mendukung minat terhadap logam mulia sebelum pemungutan suara minggu depan tentang kesepakatan alternatif yang akan diajukan oleh Perdana Menteri Theresa May.
Mantan Menteri Keuangan Jerman George Osborne, mengatakan bahwa ia yakin penundaan Brexit kemungkinan besar terjadi, sementara Menteri Perdagangan AS, Liam Fox mengatakan bahwa menunda Brexit akan lebih buruk daripada tidak membuat kesepakatan. (WK)