Meningkatnya hubungan Amerika Serikat-Vietnam menjadi kemitraan strategis yang komprehensif menunjukkan semakin besarnya tingkat kepentingan bersama antara kedua negara tersebut.
Namun peningkatan hubungan tidak berarti Hanoi menjauh dari Beijing, mitra tradisionalnya, ungkap para analis.
Kedua negara meningkatkan hubungan bilateral ketika Presiden AS Joe Biden bertemu dengan ketua Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong di Hanoi pada awal September.
Antara 25 Juli 2013 hingga 10 September 2023, AS dan Vietnam menggolongkan hubungannya sebagai kemitraan komprehensif, sebuah tingkat yang lebih rendah dalam hubungan diplomatik.
“Kedua pemimpin menekankan perlunya untuk terus memperdalam hubungan politik dan diplomatik, dan akan mendorong pertukaran delegasi dan keterlibatan secara teratur di semua tingkatan untuk memperkuat saling pengertian dan membangun serta meningkatkan kepercayaan politik,” kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan mengenai pertemuan Biden dan Trong, di Hanoi pada 10 September.
Peningkatan diplomasi tersebut mencerminkan persepsi bersama antara Washington dan Hanoi bahwa keduanya akan mendapat manfaat dari peningkatan kerja sama seiring dengan semakin agresifnya Beijing di kawasan ini, demikian menurut para analis dan kantor berita independen.
The New York Times menggambarkan China sebagai “subteks penting” untuk peningkatan tersebut, karena Biden “berupaya membangun jaringan kemitraan di kawasan untuk melawan tindakan agresif” yang dilancarkan oleh China.
Nguyen Khac Giang, seorang analis di ISEAS–Yusof Ishak Institute di Singapura, kepada surat kabar The Guardian mengatakan “Pengaruh China tidak dapat diabaikan.
Vietnam adalah salah satu dari sedikit negara di Asia yang siap menantang ambisi regional China, sambil tetap menjaga jalur komunikasi terbuka dengan Beijing.” Kemitraan strategis komprehensif merupakan tingkat tertinggi hubungan diplomatik Hanoi dengan negara-negara asing.
Peningkatan hubungan diplomatik itu menempatkan Washington di posisi yang setara dengan Beijing dalam hal hubungan diplomatik dengan Hanoi, yang telah membangun kemitraan strategis komprehensif dengan China pada 2008.
Vietnam, yang merupakan negara komunis, juga telah membangun kemitraan serupa dengan Rusia, India dan Korea Selatan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyerukan AS untuk “meninggalkan prinsip hegemoni dan pemikiran era Perang Dingin” dalam responsnya terhadap peningkatan hubungan AS-Vietnam, lapor kantor berita Reuters.
“Kami menuntut Amerika Serikat, ketika menjalin hubungan dengan negara-negara Asia, untuk menghormati aspirasi bersama yang diusung negara-negara di wilayah ini untuk stabilitas, kerja sama, dana pembangunan, mematuhi norma dasar yang berlaku dalam hubungan internasional,” ujar Mao pada 11 September.
Usaha Penyeimbang Sejumlah analis mengatakan bahwa kemitraan baru itu merupakan peningkatan yang luar biasa dalam hubungan AS-Vietnam, namun hal tersebut tidak dapat dilihat sebagai upaya Hanoi dalam menjauhkan diri dari Beijing untuk bersekutu dengan Washington.
Nguyen Hong Hai, dosen senior bidang politik, perubahan sosial dan hubungan internasional di Universitas Vin, Hanoi, mengatakan peningkatan hubungan tersebut menandakan bahwa Hanoi akan terlibat dalam usaha menyeimbangkan antara Washington dan Beijing.
“Seberapapun dekatnya hubungan Vietnam dengan AS, hubungan antara Vietnam dan China tidak akan berubah secara fundamental kecuali China yang mengubahnya sendiri,” tulis Hai melalui email kepada VOA Vietnam pada 17 September.
Zachary Abuza, ahli dalam isu Asia Tenggara dan profesor di National War College di Washington di mana ia berfokus pada isu politik Asia Tenggara dan keamanan, mengatakan peningkatan hubungan AS-Vietnam tidak mencerminkan perubahan fundamental dalam hubungan atau orientasi kebijakan luar negeri dan keamanan yang diterapkan Hanoi.
Abuza mengatakan hubungan kedua negara semakin erat terutama dalam bidang ekonomi.
[m