JAVAFX – Berita komoditas di hari Senin(13/11/2017), kenaikan harga minyak tertahan oleh gentingnya suasana Timur Tengah pada perdagangan sore hari ini sebagai bentuk kekhawatiran pasca gempa yang melanda wilayah Irak dan dikombinasikan oleh panasnya perseteruan Iran-Arab Saudi.
Sejauh ini harga Brent sudah meroket mendekati kenaikan 40% sejak awal tahun ini dengan pemicu dari Arab Saudi sebagai produsen minyak Brent no 2 terbesar setelah Rusia. Usaha putera mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman atau MBS yang melakukan ‘bersih-bersih’ pemerintahan Arab Saudi dari korupsi, membuat harga Brent meningkat pesat.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah gaungnya masih hadir dengan hasil harga minyak yang alami penguatannya, dimana minyak Brent menguat setelah Arab Saudi memutuskan untuk mulai mengurangi ekspor minyaknya bulan depan sebesar 120 ribu bph. Keputusan ini diambil sebagai bentuk antisipasi memuncaknya ketegangan Arab Saudi dengan Iran setelah pemerintah Arab Saudi memberikan peringatan bagi warganya untuk tidak mengunjungi Lebanon dalam waktu yang tidak terbatas.
Selain itu pasar masih menanggapi positif dari keinginan OPEC untuk mengurangi pasokan minyak dunia dengan ditengarai sebuah laporan bahwa produksi minyak OPEC minggu lalu mengalami penurunan lagi sebesar 90 ribu bph menjadi 32,57 juta bph. Rasa optimis bahwa harga minyak masih bisa naik mengingat di agenda pertemuan evaluasi komitmen pemangkasan produksi minyak 1,8 juta bph di 30 November, dapat dipastikan akan membahas perpanjangan waktu komitmen tersebut hingga akhir 2018, demikian ungkap Sekjen OPEC Mohammad Barkindo.
Alhasil membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak November di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk sementara menguat $0,02 atau 0,04% di level $56,72 per barel. Sedangkan minyak jenis Brent kontrak Desember di pasar ICE Futures London sementara sedang menguat $0,01 atau 0,02% di harga $63,51 per barel.
Sekjen OPEC Mohammad Barkindo di Abu Dhabi tadi pagi menyatakan bahwa meskipun pasokan minyak AS maskin membesar, namun produksi minyak OPEC yang makin mengecil serta permintaan minyak dunia yang meningkat khususnya dari Asia dan Eropa, niscaya dirinya percaya bahwa pasokan minyak dunia akan segera menempati porsi yang seimbang antara permintaan dengan penawarannya.
Sedangkan Baker Hughes minggu lalu melaporkan bahwa jumlah rig minyak AS telah berhasil diaktifkan kembali sejumlah 9 buah sehingga berjumlah total 738 kilang minyak, jumlah yang melonjak terbesar sejak Juni tahun ini. Seperti kita ketahui bahwa sejak pertengahan tahun lalu, produksi minyak serpih telah naik 14% menjadi 9,62 juta bph dan diperkirakan bisa lebih dari 10 juta bph di 2 tahun mendatang.
Disparitas harga minyak dengan minyak WTI yang terus melebar lebih dari $6 perbarel, disinyalir menjadi penyebab tingginya produksi minyak serpih AS yang berbasis WTI tersebut, karena harga yang relatif lebih murah dan amannya pasokan WTI membuat minyak ini sedang diburu konsumen di Eropa dan Asia.
Sumber berita: Reuters, Investing, Bloomberg, MarketWatch, CNBC
Sumber gambar: Daily Mirror