Gedung Putih: Normalisasi Hubungan Saudi dan Israel Masih Belum Jelas

0
61

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Jake Sullivan, menurunkan ekspektasi terkait kesepakatan normalisasi hubungan Arab Saudi–Israel yang sedang diupayakan oleh Amerika Serikat, dan menolak laporan-laporan berita yang menyatakan bahwa kesepakatan tersebut hampir tercapai.

“Masih ada jalan yang harus ditempuh sehubungan dengan semua elemen terkait diskusi tersebut,” ujar Sullivan dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (22/8).

Dalam beberapa bulan terakhir, Sullivan dan wakil-wakilnya telah memulai negosiasi terpisah dengan Arab Saudi dan Israel untuk meletakkan dasar bagi sebuah kesepakatan.

Sullivan mengatakan perdamaian antara kedua negara akan menjadi “kesepakatan besar” dan menguntungkan AS “secara fundamental.” Ia juga menyoroti tujuan “Timur Tengah yang lebih terintegrasi dan lebih stabil” di mana negara-negara dapat berkolaborasi dalam “segala hal, mulai dari ekonomi, teknologi, hingga keamanan regional.” Sullivan menolak untuk mengomentari kemungkinan pertemuan antara Presiden Joe Biden dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad Bin Salman di sela-sela KTT G20 di New Delhi bulan depan.

Pembicaraan normalisasi ini telah dimulai sejak masa pemerintahan Presiden Donald Trump, yang bersandar pada Arab Saudi untuk bergabung dengan negara-negara Arab lainnya – yaitu Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Maroko.

Ketiganya menandatangani Perjanjian Ibrahim yang dimediasi pada tahun 2020.

Sejak ditandatanganinya perjanjian itu, hubungan Arab Saudi dan Israel semakin menghangat, sehingga memungkinkan Biden menjadi presiden Amerika Serikat yang pertama yang terbang langsung ke Jeddah dari Tel Aviv pada Juli 2022, setelah Kerajaan Saudi membuka wilayah udaranya untuk penerbangan dari dan ke Israel.

Kesepakatan AS-Saudi-Israel Ketika negosiasi berlanjut, kedua belah pihak belum mengumumkan persyaratan mereka secara terbuka, tetapi berbagai laporan media telah memberikan gambaran tentang seperti apa bentuk kesepakatan tersebut.

Israel bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak dukungan Arab Saudi dalam menghalangi Iran, bahkan ketika Israel berdiri untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari dampak politik dan ekonomi yang lebih luas dari normalisasi hubungan dengan Saudi, yang merupakan negara Arab utama dan pembentuk opini di dunia Muslim.

Sebuah kesepakatan dapat mengarah pada pengakuan dari negara-negara mayoritas Muslim lainnya, termasuk Indonesia dan Malaysia.

Washington ingin agar Saudi lebih selaras dengan AS dalam persaingannya melawan China dan menyelesaikan perang di Yaman, sebuah konflik proksi antara Riyadh dan Teheran.