Emas Makin Dilirik Investor

0
197
Gold bars

JAVAFX – Di tengah meningkatnya ketidakpastian akibat perang dagang, yang diduga memicu resesi ekonomi global dalam waktu dekat ini, emas pun kian dilirik karena posisinya sebagai aset safe haven. Bukan hanya bagi pelaku pasar dan investor global, daya tarik emas juga menarik bagi bank-bank sentral di seluruh dunia, yang terlihat dari tren kenaikan koleksi emas dalam daftar aset cadangan moneter mereka.

Menurut World Gold Council (WGC), selama 10 tahun terakhir ini, bank sentral dunia memborong 4.300 ton emas, menjadikan total kepemilikan emas mereka menjadi 34.000 ton hari ini. Tren ini berlanjut pada 2019, dengan pembelian bersih mencapai 90 ton pada kuartal pertama.

“Dolar adalah aset cadangan yang paling banyak diminati, tetapi menurut statistik International Monetary Fund (IMF), emas menempati urutan ketiga, terhitung 11% dari cadangan global,” demikian laporan WGC.

Negara mana yang saat ini menjadi pemimpin dunia dari sisi kepemilikan emas, tidak lain dan tidak bukan adalah Amerika Serikat (AS). Meski mata uangnya yakni dolar AS terkadang juga dianggap sebagap aset safe haven, bank sentral Negara Adidaya ini juga perlu back-up emas.

Data Goldmoney Research menyebutkan bahwa AS saat ini mengoleksi emas terbanyak di dunia di dalam cadangannya, dengan posisi sebesar 8.133,5 ton. Koleksi emas atas nama Kementerian Keuangan AS ini setara dengan 75,2% dari cadangan asetnya.

Posisi tersebut jauh di atas bank sentral runner up yakni Jerman dan Italia yang masing-masing menyimpan 3.369,7 dan 2.451,8 ton emas, atau setara dengan 70% dan 67,9% dari cadangan devisa kedua negara tersebut.

Lalu mengapa bank sentral AS mengoleksi emas dengan porsi jauh lebih besar ketimbang mata uang ‘safe haven’ mereka sendiri, dan kini diikuti oleh bank sentral lainnya?. Menurut Arif Gunawan, CNBC Indonesia salah satu faktor yang menyertainya adalah aksi borong emas di kalangan bank sentral dunia, per kuartal I-2019 melonjak 70% secara tahunan, menjadi laju kenaikan kuartalan yang tertinggi dalam enam tahun terakhir.

China terutama telah memborong emas jauh lebih cepat, sembari melepas kepemilikan US treasury. Mereka menargetkan pembelian emas 15 ton per bulannya. Hal itu juga diikuti oleh pesaing AS lainnya yakni Rusia, dan bahkan negara yang bersahabat dengan AS seperti Qatar, Kolombia, hingga Filipina. Keputusan China mengurangi US Treasury ini dinilai sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap AS, terutama di tengah perang dagang yang dilancarkan presiden AS Donald Trump.

Bagi bank sentral negara-negara sedunia, surat berharga yang diterbitkan Negeri Sam atau US Treasury selama ini menjadi semacam “deposito” yang layak dikoleksi untuk menjaga nilai aset negara mereka yang didapatkan dari berbagai sumber, terutama devisa hasil ekspor.

Ini menjadikan keunggulan dolar AS terus terjaga terhadap mata uang negara-negara dunia karena sama artinya mereka memilih memegang aset dolar AS, ketimbang aset dalam mata uang lainnya dan bahkan dalam mata uang mereka sendiri.

Karena itu, bisa dipahami kenapa China, dan juga Rusia, kini cenderung memborong emas ketimbang memborong aset obligasi negara Adidaya yang berulang kali “merundung” mereka. Terakhir, kepemilikan Beijing di surat utang pemerintah AS setara US$1,11 triliun, hingga disalip Jepang yang memegang US$1,12 triliun.

Bagi negara lain termasuk sekutu AS, ketidakpastian akibat polah Presiden AS Donald Trump, mendorong mereka menyimpan lebih banyak emas yang secara fisik tahan korosi cuaca, dan secara nilai tahan korosi inflasi.

Di tengah situasi ketidakpastian, mereka tentunya paham dengan makna perkataan J.P. Morgan yang disampaikannya di depan kongres AS pada tahun 1912, jelang kematiannya, bahwa emas adalah mata uang sebenarnya, sedangkan mata uang lainnya hanyalah kredit. (CNBC)