Harga emas kembali menguat pada perdagangan sesi Kamis, kenaikan dalam tiga sesi berturut-turut seiring melemahnya dolar AS sehingga meningkatkan ‘pesona’. Sementara itu pasar masih menimang apakah inflasi yang lebih tinggi akan mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan.
Emas spot naik 0,2% ke level $1.785,79 per ons, sementara emas berjangka AS menguat 0,1% di $1.786,20. Sepanjang bulan ini, bullion telah diperdagangkan di antara level 1.748 dan $1.800 dan melemahnya dolar AS di sesi Kamis ini menggiring logam mulia itu semakin mendekati level psikologis utama. Lemahnya dolar AS membuat emas menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Secara keseluruhan, tren emas masih belum membangun momentum karena ke-tidak jelasan di mana imbal hasil riil akan berada mengingat ketidakpastian apakah Fed akan bertindak cukup cepat untuk menahan inflasi atau jika inflasi akan melampaui pengetatan Fed. Sementara bias keseluruhan emas menunjukkan penurunan karena yield obligasi yang meningkat.
Yield obligasi acuan 10-tahun AS mencapai level tertinggi dalam lima bulan dan terus menekan emas, dan ini menjadikan biaya peluang yang lebih tinggi untuk menahan logam yang tidak membayar bunga.
Dua pejabat Federal Reserve AS mengatakan pada hari Rabu ketika bank sentral harus mulai mengurangi langkah-langkah stimulusnya, maka itu terlalu dini untuk bank sentral menaikkan suku bunga.
Sementara itu, Bank of England akan menjadi bank sentral besar pertama yang akan menaikkan suku bunga dalam siklus pasca-pandemi meski para ekonom dalam survei Reuters meyakini BoE bulan akan menaikkan suku bunga pertama sampai awal tahun depan, lebih lambat dari harga pasar.
Emas sering dianggap sebagai lindung nilai inflasi, meskipun pengurangan stimulus dan kenaikan suku bunga mendorong imbal hasil obligasi pemerintah naik.
Pada perdagangan logam mulia lainnya, perak spot naik 0,5% menjadi $24,39 per ons. Platinum naik 0,8% menjadi $1.058,49 dan paladium naik 0,9% menjadi $2.089,60.
