JAVAFX – Menteri Ekonomi Jepang Yasutoshi Nishimura mengatakan pada hari Jumat (22/11) bahwa ekspor dan produksi Jepang menunjukkan kelemahan yang berkepanjangan karena perlambatan ekonomi luar negeri dan ditengah isu perang tarif dagang antara Amerika Serikat-China.
“Saya ingin terus mencermati dampak kelemahan ekonomi di luar negeri pada lapangan kerja, pendapatan dan situasi investasi,” kata Nishimura kepada wartawan pada konferensi pers.
Namun, Nishimura juga mengatakan pertumbuhan global secara keseluruhan tetap dalam pemulihan bertahap hingga tahun 2020 mendatang.
Sementara itu ditempat lain, Inflasi konsumen inti tahunan Jepang naik tipis hanya pada bulan Oktober meskipun ada dorongan dari kenaikan pajak penjualan selama bulan tersebut dimana sentimen rumah tangga menunjukkan pelemahan yang membuat perusahaan tidak meneruskan biaya yang lebih tinggi.
Data tersebut menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Bank of Japan dalam meningkatkan inflasi ke target 2% yang sulit dipahami, karena permintaan global yang lemah ditengah isu perang tarif dagang antara Amerika Serikat-China yang mengaburkan prospek ekonomi yang bergantung pada ekspor.
Indeks harga konsumen inti nasional (CPI), yang meliputi biaya minyak tetapi tidak termasuk harga pangan segar yang bergejolak, naik 0,4% pada Oktober dari tahun sebelumnya dan itu cocok dengan perkiraan pasar rata-rata serta mengikuti kenaikan 0,3% pada bulan September.
Tidak termasuk dampak kenaikan pajak penjualan yang diluncurkan pada bulan Oktober dan pengenalan perawatan anak gratis, inflasi konsumen inti tahunan adalah 0,2% pada bulan Oktober, melambat dari 0,3% pada bulan September.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melanjutkan dengan kenaikan pajak penjualan dua kali yang pernah tertunda pada bulan Oktober menjadi 10% dari yang sebelumnya 8% sebagai bagian dari upaya untuk mengendalikan utang publik besar Jepang.
Dorongan dari kenaikan pajak diimbangi sebagian oleh pengenalan pengasuhan anak gratis, yang bertujuan untuk meringankan rasa sakit pada rumah tangga dari retribusi yang lebih tinggi. Sementara kenaikan biaya tenaga kerja dan bahan baku mendorong harga makan di luar, tagihan listrik menekan CPI untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun karena jatuhnya biaya bahan bakar.
Namun, para analis mengatakan data juga menunjukkan kenaikan pajak sejauh ini tidak memiliki dampak negatif pada konsumsi yang kenaikan serupa pernah dialami pada tahun 2014 lalu.