Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dianggap tak berdaya menangani perang Rusia di Ukraina dan membutuhkan perubahan, namun kekuatan veto Moskow membuat dewan sulit menyatukan suara.
Hal ini diungkapkan ketua Majelis Umum PBB Csaba Korosi pada Jumat, menjelang peringatan satu tahun serangan itu.
Korosi yang sedang mengunjungi Jepang untuk mendorong hubungan antara PBB dengan Tokyo, mengatakan lebih dari 65 anggota menginginkan perubahan di dewan yang didominasi lima anggota tetap pemegang hak veto itu.
“Kami tidak pernah menerima protes yang begitu berani,” kata Korosi dalam sebuah konferensi pers di Tokyo.
Namun presiden Majelis Umum itu mengatakan bahwa perubahan apapun dan kemungkinan dikeluarkannya Rusia dari dewan dapat mengarah pada tantangan politik dan hukum dan akhirnya mengharuskan perubahan pada Piagam PBB, yang dapat memakan waktu.
Rusia telah menggunakan hak vetonya terhadap resolusi Dewan Keamanan pada tahun lalu yang menyerukan negara anggota untuk tidak mengakui deklarasi Moskow yang menganeksasi empat wilayah di Ukraina dan segera menarik militer Rusia dari wilayah Ukraina.
Perang di Ukraina membuat jutaan orang mengungsi, dan ekonomi Ukraina menyusut lebih dari 30 persen pada 2022 dibanding tahun sebelumnya, karena invasi berdampak pada kegiatan ekonomi.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyerukan untuk memperluas DK PBB, mengecam Moskow yang tanpa rasa malu melanggar prinsip dasar Piagam PBB, yaitu menjaga kedaulatan dan integritas sebuah negara.
DK PBB saat ini beranggotakan lima anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih untuk masa dua tahun.
Jepang berharap dapat menjadi anggota tetap dewan, dan saat ini menjadi anggota tidak tetap.