DK PBB minta saran dalam berurusan dengan Taliban Afghanistan

0
94

Dewan Keamanan PBB pada Kamis (16/3) meminta Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk memberikan pandangannya tentang bagaimana berurusan dengan pemerintah Taliban Afghanistan dan mengatasi sejumlah tantangan termasuk penindakan keras terhadap hak kaum perempuan.

Dewan beranggotakan 15 negara itu dengan suara bulat mengadopsi sebuah resolusi yang mengharuskan Gutteres menyerahkan laporan kepada DK pada pertengahan November.

Laporan tersebut mencakup “rekomendasi progresif untuk pendekatan terpadu dan koheren di kalangan aktor politik, kemanusiaan dan pembangunan di dalam dan di luar PBB.” Pemerintah Taliban yang mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021 saat pasukan pimpinan AS angkat kaki dari Afghanistan setelah 20 tahun perang, mengaku menghargai hak-hak perempuan sesuai penafsiran mereka terhadap hukum syariah.

Namun Taliban telah melarang anak perempuan dan perempuan bersekolah dan kuliah, mengunjungi taman dan bekerja untuk lembaga bantuan.

Kaum perempuan juga tak diizinkan untuk meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki dan harus menutup wajah mereka.

Duta Besar Uni Emirat Arab (UAE) untuk PBB Lana Nusseibeh mengatakan “status quo tidak berkelanjutan”.

UAE dan Jepang menyusun resolusi tersebut.

“Dewan mengambil respons yang terukur dan hati-hati untuk krisis yang rumit dengan keahlian dari luar dan pemikiran yang baru dan pada dasarnya mengatakan bahwa pendekatan urusan yang biasa tidak cukup untuk Afghanistan,” kata Nusseibeh kepada awak media.

Dalam resolusi tersebut DK PBB mencurahkan kekhawatiran atas minimnya progres yang dihasilkan Taliban.

Mereka menekankan “pentingnya partisipasi perempuan yang penuh, setara dan berarti dan penegakan hak asasi manusia, termasuk perempuan, anak-anak, minoritas dan orang-orang yang berada dalam situasi rentan.” PBB telah mengajukan permohonan bantuan negara terbesarnya, dengan meminta 4,6 miliar dolar AS (sekitar Rp70,6 triliun) pada 2023 untuk menyalurkan bantuan di Afghanistan, di mana dua pertiga populasinya – sekitar 28 juta orang – membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup.