Dirut BEI: Kombinasi kenaikan suku bunga dan inflasi pengaruhi IHSG

0
79
colorfull Jakarta Skyline at dawn with the iconic building. The building is one of the most highest building in Indonesia.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman menilai, kombinasi kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve dan juga Bank Indonesia serta meningkatnya inflasi dalam negeri, mempengaruhi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2022.

“Dampak dari kenaikan interest rate di US dan Indonesia berdampak ke IHSG.

Ketika Fed menaikkan interest rate, bursa kita turun.

Tapi yang paling besar impact-nya adalah inflation,” ujar Iman saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Sepanjang 2022, meskipun dihadapkan oleh sejumlah tantangan global, pasar modal Indonesia berhasil menorehkan beberapa pencapaian yang baik.

Aktivitas pasar modal sepanjang tahun ini bertumbuh secara positif.

Hal itu tercermin dari kinerja IHSG yang telah mencapai level 6.850,52 pada 28 Desember 2022, meningkat 4,09 persen dari posisi akhir tahun lalu, meski lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tumbuh 10,1 persen.

“Ketika Fed naikin interest rate, indeksnya terpengaruh.

Sempat turun, lalu naik lagi.

Tapi jika kita bicara inflation, ketika inflasi naik, impact-nya besar.

Jadi sepanjang 2022 ini kan inflasi kita naik cukup signifikan, hampir 5 persen,” kata Iman.

Menurut Iman, Indonesia relatif beruntung karena sekitar 70 persen yang memberikan andil terbesar dalam rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) merupakan investor domestik.

“Kita beruntung di Indonesia investor asing kita di dalam RNTH yang hampir 15 triliun itu, 30 persen.

Kalau lima tahun lalu asing 70 persen, ketika Fed naikin suku bunga, itu investornya pindah.

Kita bisa bertahan karena domestic investor kita sudah 70 persen,” ujar Iman.

Pertumbuhan IHSG pada tahun ini sempat menembus rekor baru, yakni pada level 7.318,016 pada 13 September 2022 lalu.

Sementara itu, kapitalisasi pasar pada 28 Desember 2022 mencapai Rp9.509 triliun atau naik 15,2 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2021 yakni Rp8.256 triliun, dan juga sempat menembus rekor baru sebesar Rp9.600 triliun pada 27 Desember 2022.

Sementara itu, aktivitas perdagangan turut membukukan kenaikan yang signifikan dibandingkan akhir tahun lalu.

RNTH tercatat Rp14,7 triliun atau naik 10 persen dibandingkan posisi akhir tahun lalu yakni Rp13,4 triliun.

Selanjutnya, frekuensi transaksi harian juga telah mencapai angka 1,31 juta kali transaksi atau naik 1,1 persen dibandingkan akhir tahun 2021 dan merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan dengan bursa di kawasan ASEAN sepanjang empat tahun terakhir.

Pertumbuhan juga tercermin pada rata-rata volume transaksi harian yang telah mencapai 23,9 miliar saham atau naik 16 persen dibandingkan akhir tahun lalu.

Pada 2022, minat perusahaan untuk memobilisasi dana jangka panjang melalui pasar modal juga masih terus meningkat.

Hingga 28 Desember 2022, telah terdapat 59 perusahaan tercatat yang melakukan Initial Public Offering (IPO) dan mencatatkan sahamnya di BEI, sehingga sebanyak 825 perusahaan telah mencatatkan sahamnya di bursa.

Total dana yang dihimpun dari IPO saham mencapai Rp33,06 triliun.

Pencapaian ini merupakan yang tertinggi sejak swastanisasi bursa efek pada 1992.

Selain itu, pencapaian itu juga merupakan IPO terbanyak di kawasan ASEAN selama empat tahun berturut-turut sejak 2019.

Pencapaian positif turut tercermin dari meningkatnya minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Total jumlah investor di pasar modal Indonesia per 28 Desember 2022 telah meningkat 37,5 persen menjadi 10,3 juta investor dari sebelumnya 7,48 juta investor per akhir Desember 2021.

Jumlah itu meningkat hampir 9 kali lipat dibandingkan tahun 2017.

Selain itu, lonjakan pertumbuhan jumlah investor ritel juga turut berdampak terhadap dominasi investor ritel terhadap aktivitas perdagangan harian di BEI yang mencapai 44,9 persen.