Departemen Pertahanan AS Bela Pengajuan Anggaran Besar, Fokus pada Ancaman China

0
56

Departemen Pertahanan Amerika mempertahankan “permintaan anggaran pertahanan terbesar secara nominal yang pernah diajukan.” Wakil Menteri Pertahanan Kathleen Hicks mengatakan, “Anggaran ini akan menghasilkan pasukan tempur gabungan yang kredibel, yang paling mematikan, paling tangguh, bertahan, gesit dan responsif di dunia.” Ditambahkannya, “Ini adalah kekuatan untuk menghalangi, dan jika diperlukan, untuk mengalahkan ancaman hari ini dan besok, bahkan saat ancaman itu sendiri terus berlanjut.” Khawatir dengan keberhasilan China merayu negara-negara kepulauan Pasifik, pemerintahan Biden mengusulkan untuk menghabiskan miliaran dolar guna mempertahankan tiga negara itu di orbit Amerika.

Ketiga negara tersebut adalah Kepulauan Marshall, Mikronesia dan Palau.

Departemen Pertahanan mengajukan permohonan anggaran senilai US$842 miliar untuk mempertahankan peningkatan kehadiran militer Amerika di Indo-Pasifik.

Dalam dokumen permohonan anggaran federal yang dirilis Kamis lalu (9/3) mencakup lebih dari US$7,1 miliar untuk ketiga pulau di Pasifik tersebut.

Anggaran itu termasuk dalam permintaan US$6,31 miliar untuk Departemen Luar Negeri dan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).

Keseluruhan proposal anggaran itu menghadapi tentangan di DPR yang kini dipimpin oleh Partai Republik.

Sebagian anggota faksi Republik di badan itu juga mendorong pemotongan bantuan luar negeri secara besar-besaran karena ingin memangkas pengeluaran federal.

Tetapi anggota-anggota Kongres telah menunjukkan persatuan bipartisan yang jarang terjadi dalam melawan China, menawarkan prospek bahwa bantuan bagi negara-negara di kepulauan Pasifik dapat dilihat sebagai hal yang lebih menguntungkan.

Uang yang akan dibayarkan selama 20 tahun itu akan memperpanjang perjanjian dengan tiga negara di mana Amerika memberi mereka layanan penting dan dukungan ekonomi, sebagai imbalan atas hak di pangkalan militer dan perlakuan istimewa lainnya.

Berdasarkan “Compacts of Free Association” – yang disepakati tahun 1960an – Amerika akan menggunakan layanan pos tiga negara tersebut, juga prakiraan cuaca, kontrol lalu lintas udara, dan operasi manajemen darurat.

Sebagai imbalannya, Amerika mendapat hak di pangkalan itu untuk fasilitas militer, intelijen, telekomunikasi dan eksplorasi ruang angkasa.

Namun demikian penduduk kepulauan itu telah sejak lama mengeluhkan bahwa perjanjian sebelumnya tidak cukup memenuhi kebutuhan mereka, atau dampak lingkungan hidup dan isu-isu kesehatan dalam jangka panjang akibat uji coba nuklir Amerika pada tahun 1950an dan 1960an.

Selama beberapa tahun terakhir China telah berupaya mengeksploitasi perpecahan di antara Amerika dan negara-negara kepulauan itu guna memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut.

Langkah China itu menimbulkan kekhawatiran pemerintah Trump, dan kini pemerintahan Biden, yang telah mencoba menyudahi upaya tersebut.