China akan memangkas waktu yang diperlukan untuk persetujuan perjalanan bagi para eksekutif bisnis AS menjadi tidak lebih dari 10 hari, kata duta besar China untuk AS hari Kamis (2/12), seraya menjanjikan lebih banyak perhatian terhadap kekhawatiran yang dikemukakan para pengusaha.
Qin Gang, yang tiba di AS pada Juli lalu, mengatakan dalam jamuan makan malam yang diselenggarakan Dewan Bisnis AS-China bahwa Beijing juga akan berusaha membuat tes COVID-19 lebih mudah dan memungkinkan para eksekutif bekerja selama karantina.
Qin mengatakan Beijing menerapkan arahan Presiden Xi Jinping mengenai peningkatan pengaturan perjalanan “jalur cepat”, suatu tanggapan atas kekhawatiran AS mengenai dimulainya kembali perjalanan bisnis setelah Xi bertemu Presiden AS Joe Biden bulan lalu.
“Dengan pengaturan yang ditingkatkan, waktu yang diperlukan untuk persetujuan perjalanan akan lebih singkat, tidak lebih dari 10 hari kerja,” ujarnya.
Qin mengatakan Beijing akan membagikan rencana kerjanya yang spesifik “dalam waktu dekat” dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS.
Ia mengatakan Beijing berkomitmen untuk mengimplementasikan semangat KTT virtual Xi dan Biden baru-baru ini, dan menyuntikkan “lebih banyak energi positif ke dalam hubungan kita.” Qin menyerukan diperkuatnya kerja sama dalam sektor manufaktur, layanan finansial dan energi.
Ia juga mengulangi seruan Beijing untuk Washington agar menghapus tarif tambahan yang dikenakan pada barang-barang China oleh pemerintahan mantan presiden Donald Trump.
Marc Allen, pejabat strategi tertinggi Boeing Co.
menyambut baik pengumuman mengenai perjalanan jalur cepat, dan sebuah keputusan terpisah oleh otoritas penerbangan China untuk mengeluarkan arahan kelaikan terbang bagi Boeing 737 MAX, yang akan membuka jalan bagi kembalinya model pesawat itu di China setelah lebih dari 2,5 tahun ini.
Pada pertemuan yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri AS bidang Pertumbuhan Ekonomi, Energi dan Lingkungan Jose Fernandez mengemukakan kembali serangkaian keluhan AS mengenai praktik bisnis China dan menekankan perlunya kesempatan yang adil bagi perusahaan-perusahaan AS.
Ia menekankan kembali keprihatinan AS mengenai HAM, termasuk dugaan kerja paksa di wilayah Xinjiang, China, dan menyoroti peringatan pemerintah AS kepada para pengusaha mengenai risiko beroperasi di Hong Kong.
Ia mengatakan kepada pimpinan bisnis yang beroperasi di China agar mereka ingat bahwa mereka “bukan hanya penonton di dalam hubungan ekonomi dan strategis yang lebih luas.” “Yang terpenting, ingatlah betapa aktivitas Anda dapat memengaruhi keamanan nasional dan nilai-nilai fundamental yang kita pegang teguh,” ujarnya.