China kembali meminta Filipina menghentikan provokasi di Laut China Selatan khususnya wilayah yang diklaim China sebagai miliknya.
“China mendesak Filipina segera berhenti melakukan provokasi maritim,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin kepada media di Beijing, China pada Jumat (10/11).
Pernyataan Wang disampaikan setelah pada Jumat dua kapal angkut kecil Filipina dan tiga kapal penjaga pantai Filipina memasuki perairan yang berdekatan dengan Renai Jiao di Kepulauan Nansha tanpa izin China.
Pulau karang yang disebut China “Renai Jiao” dan “Beting Ayungin” oleh Filipina itu adalah bagian dari Kepulauan Spratly yang disengketakan kedua negara, selain juga beberapa negara Asia Tenggara.
Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai “markas terapung” bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang tersebut sejak 1999.
“China juga meminta Filipina menarik kapal perang yang dikandangkan tersebut.
China akan terus mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan hukum untuk secara tegas menjaga kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritim kami,” tambah Wang.
Terkait masuknya kapal-kapal Filipina ke perairan China tanpa izin, Wang mengatakan penjaga pantai China telah mengambil tindakan hukum diperlukan terhadap kapal-kapal Filipina.
“Kementerian Luar Negeri China juga telah mengajukan demarche (protes diplomatik) serius ke Kedutaan Besar Filipina di China,” ungkap Wang.
China menilai tindakan Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre di sekitar terumbu karang tersebut melanggar hukum internasional.
“Tindakan tersebut sangat melanggar hukum internasional dan Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (DOC) yang ditandatangani antara China dan negara-negara ASEAN.
China dengan tegas menolak tindakan tersebut,” tegas Wang.
Pada 30 Oktober, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) juga menghalau kapal perang Filipina yang masuk tanpa izin ke perairan Pulau Huangyan.
Menurut Kementerian Luar Negeri China, wilayah Filipina ditentukan oleh serangkaian perjanjian internasional, termasuk Perjanjian Perdamaian antara Amerika Serikat dan Kerajaan Spanyol pada 1898 (Perjanjian Paris), Perjanjian 1900 antara Amerika Serikat dan Kerajaan Spanyol untuk Penyerahan Pulau-Pulau Terluar Filipina (Perjanjian Washington) dan Konvensi 1930 antara Kerajaan Inggris dan Presiden Amerika Serikat mengenai Batas antara Negara Bagian Kalimantan Utara dan Kepulauan Filipina.
Selain itu, pada 2006, berdasarkan Pasal 298 UNCLOS, China mengecualikan isu-isu yang berkaitan dengan penetapan batas laut dari yurisdiksi pengadilan atau tribunal.
Dengan memulai arbitrase Laut Cina Selatan secara sepihak, China menganggap Filipina melanggar ketentuan UNCLOS.