Bursa Asia Kembali Tersenyum Ditengah Wabah Corona

0
78

JAVAFX – Saham-saham di Asia diperdagangkan lebih tinggi pada hari Rabu (29/1) pagi, setelah saham-saham di Wall Street pulih semalam dari aksi jual terbesar lebih dari tiga bulan di tengah kekhawatiran virus Corona yang terus menyebar dan semakin berdampak ke pasar keuangan global serta meningkatkan cengkeraman kuat pada investor.

Di Jepang, Indeks Nikkei 225 naik 0,38% sementara indeks Topix naik 0,22%. Indeks Kospi juga menguat  0,43%, Indeks S&P/ASX 200 naik sekitar 0,5% dan pasar di China tetap tutup pada hari Rabu untuk liburan.

Secara keseluruhan, Indeks MSCI Asia ex-Jepang diperdagangkan melonjak 0,17%.

Semalam di Amerika Serikat, Indeks Dow Jones melonjak 187,05 poin menjadi ditutup pada 28.722,85. Indeks S&P 500 naik 1% untuk mengakhiri hari perdagangannya di 3,276.24 dan Indeks Nasdaq Composite naik 1,4% ditutup pada level 9.269,68.

Otoritas kesehatan China mengatakan Selasa bahwa wabah koronavirus telah menewaskan 106 orang dan sebanyak 4.515 terinfeksi virus tersebut. Gedung Putih telah memberi tahu maskapai penerbangan bahwa mereka mungkin menangguhkan semua penerbangan dari China ke AS, menurut orang yang mengetahui masalah ini.

Sentimen yang membuat pasar bersikap risk-off (menghindari risiko)  adalah penyebaran virus Corona yang semakin luas membuat pelaku pasar khawatir terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dunia. Sudah lebih dari 2.000 kasus virus Corona terjadi di China dengan korban jiwa mencapai 82 orang. Tidak hanya di China, virus ini juga sudah menyebar ke berbagai negara di Asia, Amerika, sampai Eropa.

Virus Corona berawal dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei, China. Perayaan libur Tahun Baru Imlek membuat virus ini menyebar luas dan cepat, karena tingginya mobilitas masyarakat. Zhou Xianwang, Wali Kota Wuhan, mengakui bahwa upaya pengendalian virus di kota yang dipimpinnya kurang baik. Bahkan dia siap mundur jika memang harus demikian.

Gara-gara virus Corona, perayaan Imlek di China menjadi gloomy. Bahkan Wuhan seolah menjadi kota mati, tidak ada aktivitas berarti saat semestinya warga bersuka cita menyambut tahun baru. Imlek yang biasanya menjadi puncak konsumsi rumah tangga di Negeri Tirai Bambu berubah 180 derajat. Sepertinya dalam waktu dekat konsumsi rumah tangga masih belum bisa diandalkan sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kami menutup kota untuk menghentikan penyebaran virus, tetapi sepertinya kami sudah menorehkan nama buruk di buku sejarah. Kalau memang dibutuhkan, saya siap mundur sebagai bentuk permintaan maaf. Ketua Partai (Komunis) Wuhan Ma Guoqiang dan saya akan bertanggung jawab,” kata Zhou dalam wawancara dengan CCTV, seperti dikutip dari Reuters.

Padahal China adalah pendorong pertumbuhan ekonomi Asia, bahkan dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi China tumbuh 6% pada 2020. Namun seiring kelesuan konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor akibat penyebaran virus Corona, maka angka tersebut jadi penuh tanda tanya. Selain konsumsi, aktivitas dunia usaha juga tentu terganggu. Jadi investasi dan ekspor juga kemungkinan besar bakal melambat. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi China akan susah keluar dari jalur pelambatan.

Dengan perkembangan ini, sangat wajar investor enggan bermain di aset-aset berisiko. Lebih baik mengamankan diri dengan memburu aset aman (safe haven) seperti emas atau yen Jepang. Rupiah yang kekurangan peminat tidak punya pilihan selain melemah.

Indeks dolar AS, yang melacak greenback terhadap sekeranjang rekan-rekannya, berada di level 98.018 setelah sebelumnya naik ke level di atas 98.1.