Presiden Amerika Joe Biden hari Rabu (14/4) mengumumkan rencananya menarik sisa pasukan Amerika dari Afghanistan, dan menyatakan bahwa serangan teroris 11 September “tidak dapat menjelaskan” mengapa pasukan Amerika masih harus berada di sana dua puluh tahun setelah serangan teror yang paling banyak menelan korban jiwa di Amerika.
Rencana Biden adalah menarik seluruh sisa pasukan Amerika – yang kini berjumlah 2.500 personil – selambat-lambatnya pada 11 September, ketika Amerika memperingati dua puluh tahun serangan teroris yang dikoordinasi dari Afghanistan.
“Amerika tidak dapat secara terus menerus mengalirkan sumber daya pada perang yang sulit diselesaikan dan mengharapkan hasil yang berbeda,” tambahnya.
Keputusan ini mungkin merupakan keputusan kebijakan luar negeri yang paling signifikan yang diambil Biden pada awal masa kepresidenannya.
“Kita tidak dapat terus melanjutkan siklus meneruskan atau memperluas keberadaan militer kita di Afghanistan dengan harapan akan menciptakan kondisi yang ideal untuk menarik pasukan kita, dan mengharapkan hasil yang berbeda,” ujar Biden.
“Saya kini merupakan presiden keempat yang mengawasi kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan – dua presiden berasal dari Partai Republik dan dua lainnya dari Partai Demokrat.
Saya tidak akan meneruskan tanggung jawab itu kepada presiden kelima,” tegasnya.
Penarikan mundur pasukan itu akan dimulai – bukan akan berakhir – pada 1 Mei, yang merupakan tenggat bagi penarikan penuh seluruh pasukan berdasarkan perjanjian perdamaian antara pemerintah Trump dengan Taliban tahun lalu.
Biden menggarisbawahi bahwa pemerintahnya akan tetap mendukung perundingan perdamaian antara pemerintah Afghanistan dan Taliban, dan membantu upaya internasional untuk melatih militer Afghanistan.
Penarikan mundur seluruh personil pasukan Amerika jelas menimbulkan risiko.
Hal itu dapat mendorong upaya Taliban merebut kembali kekuasaan dan menyudahi manfaat yang selama ini ada menuju demokrasi, termasuk kemajuan hak-hak perempuan yang dicapai dalam dua puluh tahun terakhir ini.
Hal ini juga akan memicu kritik terhadap Biden, terutama dari Partai Republik dan sebagian anggota Partai Demokrat, meskipun mantan presiden Donald Trump sebenarnya juga menginginkan penarikan penuh.
Setelah pidatonya, Biden bermaksud mengunjungi Taman Makam Pahlawan Arlington, Seksi 60, untuk menghormati mereka yang meninggal dalam konflik-konflik di Amerika baru-baru ini.
Blinken Bahas Rencana Penarikan Mundur Pasukan AS dengan Sekutu Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken, yang sedang berada di Brussel, Belgia Rabu lalu (13/4) guna membahas rencana penarikan mundur pasukan itu dengan sekutu-sekutu NATO, mengatakan Amerika tetap berkomitmen pada masa depan Afghanistan.
“Secara bersama-sama, kita telah mencapai tujuan-tujuan yang kita tetapkan untuk diraih, dan kini saatnya memulangkan pasukan kami,” ujar Blinken.
Keputusan Biden ini akan membuat 2.500 personil pasukan Amerika tetap berada di Afghanistan setelah 1 Mei, tenggat yang telah disepakati Amerika dan Taliban di Doha tahun lalu, semasa pemerintahan Donald Trump.
Taliban Ingatkan agar AS Patuhi Kesepakatan Taliban hari Rabu (14/4) mengatakan pihaknya menginginkan agar seluruh pasukan asing keluar dari Afghanistan “pada tanggal yang telah disepakati dalam Perjanjian Doha,” dan bahwa “jika perjanjian ini ditaati maka kelak akan ditemukan cara untuk mengasi masalah yang tersisa.” Juru bicara Taliban Zahibullah Mujahid mencuit di Twitter, “Jika perjajian ini dilanggar dan pasukan asing tidak keluar dari negara kami pada tanggal yang telah disepakati, pastinya masalah akan bertambah dan mereka yang gagal mematuhi perjanjian itu akan dimintai pertanggungjawaban.” Kabar rencana penarikan mundur pasukan Amerika itu telah mendorong Taliban membatalkan keikusertaannya dalam konferensi perdamaian selama 10 hari antara pihak-pihak yang bertikai di Afgahnistan, yang sedianya dilangsungkan akhir April ini di Turki.