Biden Hadapi Tekanan untuk Ubah Kebijakan Trump soal Perempuan

0
110

Exit poll menunjukkan perempuan membantu kemenangan Joe Biden dalam pemilu presiden awal November lalu.

Dibandingkan 42% suara perempuan untuk Trump tahun 2016, kali ini 57% perempuan memberikan suara mereka untuk Biden.

Wartawan VOA Patsy Widakuswara mengkaji kebijakan-kebijakan Trump tentang perempuan dan janji tim kampanye Biden untuk memastikan kesetaraan gender dan keterbukaan penuh.

Diawali pada tahun 2017, kaum perempuan berpawai dan berunjuk rasa menyuarakan tuntutan mereka.

Ini berlanjut hingga 2018, 2019, dan pada tahun 2020 Presiden Trump hanya mendapat sedikit dukungan dari para pemilih perempuan sejak kampanyenya tahun 2016 di tengah tuduhan perlakuan tidak semestinya terhadap sejumlah perempuan.

“Benar-benar salah,” kata Trump.

Berlanjut hingga ke pilpres 3 November.

“Media-media pembohong itu terus menerus mengatakan bahwa perempuan di pinggiran kota tidak menyukai saya, karena tampaknya saya tidak baik.

Saya tidak punya waktu untuk bersikap baik, saya punya begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” imbuhnya.

Trump berupaya membatalkan aturan pada era Obama yang melarang diskriminasi gaji berbasis gender dan pelecehan seksual di tempat kerja, yang menurut pemerintah Trump terlalu membebani bisnis.

Pemerintah Trump membubarkan White House Council on Women & Girls – atau Dewan Pemerintah untuk Urusan Perempuan & Anak Perempuan – badan yang memperjuangkan kebutuhan mereka dalam kebijakan-kebijakan pemerintah.

Trump juga memotong anggaran federal untuk penyedia layanan kesehatan reproduksi yang melakukan aborsi, termasuk pendanaan untuk Dana Kependudukan PBB (UNFPA).

Juru bicara Gedung Putih Kayleigh McEnany mengatakan Trump adalah presiden yang mendukung para ibu dan mendukung hak untuk hidup.

Para aktivis mendorong pemerintahan Biden untuk mengubah kebijakan-kebijakan itu.

Wakil Presiden Urusan Kebijakan dan Strategi di Kemitraan Nasional Untuk Perempuan dan Keluarga, Sarah Fleisch Fink mengatakan, “Yang perlu dilakukan pemerintahan Biden-Harris dan seluruh badan-badan ini adalah secara pro aktif mempertimbangkan apa yang dibutuhkan, dan apa yang perlu dikaji ulang dan apa yang perlu dipulihkan.

Jadi, penting untuk mempertimbangkan semua itu dalam kerangka prioritas kebijakan.” Agenda Presiden Terpilih Joe Biden mencakup pemulihan keamanan ekonomi lewat kesetaraan upah dan diakhirinya diskriminasi terhadap kehamilan, keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga – termasuk cuti hamil dan melahirkan, akses ke layanan kesehatan, diakhirinya aksi kekerasan terhadap perempuan, memberdayakan perempuan di seluruh dunia.

Biden tercatat paling banyak mencalonkan perempuan dan minoritas untuk jabatan strategis, termasuk wakil presiden.

“Dalam pemerintahan Biden-Harris, perempuan akan menjadi prioritas, memahami bahwa perempuan memiliki banyak prioritas,” kata Wapres terpilih Kamala Harris.

Di bawah pemerintahan Trump, paling banyak empat dari lima belas posisi kabinet diisi oleh perempuan, yang terendah dibanding pemerintahan sebelumnya.

Perpecahan tajam lainnya adalah dalam isu aborsi.

Biden, yang dikenal sebagai penganut Katolik yang taat, mengatakan bahwa secara pribadi ia menentang aborsi, tetapi percaya bahwa aborsi merupakan bagian dari hak reproduksi perempuan yang dilindungi oleh undang-undang.

Para pendukungnya menyebut Trump sebagai “presiden yang paling memperjuangkan hak untuk hidup.” Direktur Riset di Pusat Kajian Perempuan dan Politik Amerika, Universitas Rutgers, Kelly Dittmar mengatakan, “Apa yang kami lihat paling eksplisit (nyata?) dalam dua siklus terakhir ini adalah salah satu isu yang juga memotivasi dukungan bagi Donald Trump, karena ia berjanji akan menunjuk hakim-hakim yang mendukung hak untuk hidup di Mahkamah Agung.” Biden diperkirakan akan membatalkan sebagian keputusan Trump yang membatasi aborsi dan kebijakan-kebijakan lain terkait kesehatan reproduksi.