Presiden AS Joe Biden dijadwalkan menerima Raja Yordania Abdullah di Gedung Putih, hari Senin (19/7), dengan beberapa isu regional penting dalam agenda pembicaraan mereka, selain menunjukkan dukungan bagi pemimpin Yordania itu setelah mendapat tantangan terhadap kekuasaannya.
“Ini akan menjadi kesempatan untuk membahas banyak tantangan yang dihadapi Timur Tengah dan menunjukkan peran pemimpin Yordania dalam memajukan perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan.
Ia menyebut Yordania sebagai “mitra keamanan dan sekutu penting AS.” Pertemuan hari Senin (19/7) diperkirakan akan mencakup pembahasan situasi di Suriah, di mana konflik satu dekade telah menyebabkan lebih dari satu juta warga Suriah mengungsi ke Yordania, serta negara tetangga Irak, di mana pasukan AS telah menjadi target serangan milisi-milisi dukungan Iran.
Topik-topik lain akan mencakup upaya menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran, perundingan perdamaian Israel-Palestina yang mandek, dan Perjanjian Abraham dari era pemerintahan Presiden Donald Trump di mana Israel menormalisasi hubungan dengan empat negara Arab.
Pertemuan langsung Abdullah dengan Biden adalah yang pertama kalinya dilakukan seorang pemimpin Timur Tengah sejak presiden AS ini menjabat pada Januari lalu.
PM Irak Mustafa al-Kadhimi dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih pekan depan, dan pemerintahan Biden sedang menyusun rencana kunjungan PM Israel Naftali Bennet.
Pekan lalu, sebuah mahkamah keamanan Yordania menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada dua mantan pejabat atas tuduhan bersekongkol dengan saudara tiri raja, Pangeran Hamzah, untuk menghasut kerusuhan menentang raja sambil meminta bantuan asing.
Kedua mantan pejabat itu ditangkap pada bulan April, dan Hamzah dikenai tahanan rumah, meskipun ia tidak pernah didakwa.
Ketiganya menyangkal tuduhan terhadap mereka.