Dalam penampilan pertamanya sebagai kepala negara di Majelis Umum PBB pada Selasa (21/9), Presiden AS Joe Biden akan mempromosikan pandangannya yang multilateralis dan berfokus pada diplomasi, kata para pejabat pemerintahannya.
“Ini merupakan pekan yang penting bagi Presiden Biden dan kepemimpinannya di panggung dunia serta mendorong beberapa prioritas penting untuk keamanan nasional Amerika dan bagi perdamaian dan kemakmuran dunia yang lebih luas,” kata seorang pejabat senior pemerintah kepada wartawan hari Senin.
Sikap ini sangat kontras dengan doktrin “Utamakan Amerika” dari pendahulunya, Donald Trump.
Pertemuan tahunan di PBB ini merupakan kesempatan bagi majelis beranggotakan 193 negara itu untuk membahas berbagai tantangan kepentingan regional dan global.
Biden bertolak ke New York pada Senin (20/9) malam untuk melakukan pertemuan langsung dengan sekitar 100 kepala negara di markas besar PBB.
Setelah berpidato pada Selasa (21/9), ia dijadwalkan mengadakan pertemuan di New York dengan PM Australia Scott Morrison, dan kemudian menerima PM Inggris Boris Johnson di Gedung Putih.
Pekan lalu, ketiga negara itu mengumumkan pakta keamanan yang akan menyediakan teknologi Amerika untuk kapal selam bertenaga nuklir dan kecanggihan angkatan laut Inggris untuk Australia, guna membantu negara itu menangkis berbagai ancaman di kawasan Indo-Pasifik.
Para analis secara luas melihat langkah tersebut sebagai upaya menghadapi pengaruh China yang kian besar di kawasan.
Konflik dengan China Di PBB, Biden juga akan berbicara mengenai keputusan kontroversialnya untuk menarik pasukan dari Afghanistan, yang ia katakan merupakan bagian dari fokus pemerintahannya terhadap musuh sebenarnya: China.
Pada Minggu (19/9), Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak AS dan China untuk mencegah apa yang ia katakan berpotensi menjadi Perang Dingin, dan ia memohon kedua negara agar memperbaiki hubungan yang “sama sekali tidak berfungsi.” “Saya tidak akan setuju dengan penggambaran hubungan ini,” kata sekretaris pers Gedung Putin Jen Psaki hari Senin.
Ia menambahkan bahwa Biden dan Presiden China pekan lalu melakukan percakapan selama 90 menit yang berlangsung “terus terang, tetapi tentu saja tidak meningkat.” Ia menambahkan, “Besok presiden akan berpidato di Majelis Umum PBB, dan ia akan menjelaskan bahwa ia tidak ingin mengarah ke Perang Dingin Baru dengan negara manapun di dunia.” Pejabat senior pemerintah Biden mengatakan presiden akan mengangkat topik-topik itu dalam pidatonya Selasa pagi.
“Pidatonya akan berpusat pada dalil bahwa kita menutup bab perang 20 tahun dan membuka bab diplomasi intensif dengan menggalang sekutu dan mitra serta institusi untuk menghadapi tantangan-tantangan besar masa kini: COVID-19, perubahan iklim, teknologi baru, dan pedoman mengenai perdagangan dan ekonomi, investasi dalam infrastruktur yang bersih, yang tidak korup dan berstandar tinggi, pendekatan modern bagi kontraterorisme, dan persaingan ketat dengan kekuatan-kekuatan besar, tetapi bukan Perang Dingin baru,” ujarnya.