Berlakukan Sanksi Baru, China Kecam Amerika

0
63

Kementerian Luar Negeri China hari Kamis (26/11) mengecam Amerika karena memberlakukan “sanksi-sanksi unilateral” dan apa yang disebutnya sebagai “long-arm jurisdiction” (“yurisdiksi lengan panjang”) setelah Amerika mengumumkan sanksi-sanksi tambahan terhadap entitas China.

Yurisdiksi lengan panjang adalah aturan hukum yang memungkinkan pengadilan mendapatkan yurisdiksi pribadi terhadap tergugat di luar negara atas dasar tindakan tertentu yang dilakukannya, selama tergugat memiliki hubungan dengan negara bersangkutan.

Pemberitahuan oleh Departemen Luar Negeri lewat Federal Register – atau semacam daftar pemerintah federal – tertanggal 25 November, diketahui bahwa dua perusahaan China yaitu Chengdu Best New Materials dan Zibo Elim Trade, dikenai sanksi berdasarkan UU Non-Proliferasi Iran, Korea Utara dan Suriah.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian menggambarkan sanksi itu sebagai “tindakan yang salah” dan meminta Amerika untuk mencabutnya.

“China telah menyampaikan keberatan serius kepada Amerika atas masalah ini.

China secara konsisten menentang pemberlakuan sanksi secara sepihak dan penggunaan long-arm jurisdiction pada negara lain.

Kami mendesak Amerika untuk segera memperbaiki tindakan yang salah itu dan mencabut sanksi ilegal tersebut.

China akan tetap berkomitmen untuk menegakkan rejim non-proliferasi internasional, dan dengan tegas telah memenuhi kewajibannya atas hal itu; sambil menjaga hak dan kepentingannya yang sah,” tandasnya.

Secara terpisah Presiden China Xi Jinping Selasa malam (24/11) menyampaikan ucapan selama kepada Presiden Terpilih Joe Biden.

Sementara Zhao menyampaikan harapan akan hubungan Amerika-China yang “sehat dan stabil.” Menjawab pertanyaan wartawan soal sikap India yang memperketat ijin untuk kualitas barang-barang dari China, Zhao mengatakan tindakan itu “telah melanggar prinsip-prinsip dasar perdagangan secara terang-terangan.” India Selasa lalu (24/11) mengumumkan larangan 43 aplikasi, yang sebagian besar di antaranya menggunakan bahasa China, karena dinilai mengancam “kedaulatan dan integritas” India, tetapi tidak memberikan rincian lebih jauh.

Hubungan China-India cukup sensitif karena tentara kedua negara kini terlibat perselisihan yang belum menemukan titik temu, terkait kendali atas wilayah di sepanjang perbatasan mereka di Himalaya.