Bagaimana “Ramalan” Pasar Saham Terhadap Pemilihan Presiden AS?

0
310

BAGAIMANA PASAR SAHAM DAPAT MEMPENGARUHI PEMILIHAN PRESIDEN AS?

PENDAHULUAN

Banyak faktor yang dapat memengaruhi hasil pemilihan presiden AS, seperti kondisi ekonomi, latar belakang pemilih, jumlah pemilih, hasil di negara-negara bagian yang mengambang, dan banyak lagi. Tetapi bagaimana dengan keuntungan yang diperoleh di pasar saham?

Dapat dikatakan ini seperti laporan khusus yang akan menganalisis kinerja S&P 500 dan Dow Jones menjelang pemilihan presiden AS ke-22 terhitung sejak tahun 1932. Bagaimana kinerja dua indeks utama AS tersebut dalam satu tahun dan 3 bulan sebelum pemilu? Mari kita lihat perbandingan imbal hasilnya dengan kemenangan atau kekalahan partai petahana.

LATAR BELAKANG

Pertama sekali, coba kita lihat sejauh mana kinerja saham dapat memengaruhi pemilihan umum? Harga saham merepresentasikan kepemilikan sebagian kecil perusahaan, dan dipengaruhi oleh kekuatan penawaran dan permintaan yang menunjukkan ekspektasi keuntungan perusahaan tersebut. Beberapa saham akan membayar Anda dividen dan memberi Anda hak suara dalam rapat pemegang saham. Tapi, yang paling penting, Anda juga berhak menjual saham di masa mendatang.

Jika nilai harga saham naik, pemegang saham dapat memperoleh keuntungan dengan menjualnya pada harga yang lebih tinggi dari harga awal. Jika investor menganggap bahwa bisnis dapat menghasilkan lebih banyak keuntungan di masa depan, sehingga meningkatkan permintaan untuk saham mereka, maka harga akan sering naik. Ada kekuatan spesifik dan sistematis yang menentukan ke arah mana suatu saham akan bergerak. Artikel ini lebih berfokus pada hal yang terakhir, atau bagaimana ekonomi AS secara keseluruhan menggerakkan saham.

S&P 500 dan Dow Jones adalah indeks saham yang menimbang sektor-sektor perekonomian utama secara berbeda, seperti teknologi informasi, real estat, dan energi. Jika imbal hasil perusahaan di sektor tersebut positif menjelang pemilu, bisa jadi ini karena investor berharap bisnis yang mendasarinya menghasilkan keuntungan di masa depan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang cerah, yang mungkin meningkatkan peluang partai petahana untuk mempertahankan kekuasaannya.

Sebaliknya, jika imbal hasil saham negatif menjelang pemilu, bisa jadi ini karena prospek pertumbuhan kurang baik. Jika ini yang terjadi, maka kita dapat berasumsi bahwa partai yang mencalonkan diri untuk pemilihan ulang bisa jadi memiliki risiko lebih tinggi untuk kehilangan posisinya. Hal ini tentu saja hanya terjadi jika para pemilih secara umum menghargai kinerja pasar saham. Hal ini merupakan keterbatasan dalam penelitian ini, yang akan dibahas lebih lanjut di bagian akhir.

IMBAL HASIL S&P 500, DOW JONES 1 TAHUN SEBELUM PEMILIHAN PRESIDEN

Dari 22 pemilihan umum sejak tahun 1932, terdapat 18 kejadian di mana imbal hasil S&P 500 dan Dow Jones satu tahun sebelum pemilihan presiden rata-rata positif. Dari 18 kejadian tersebut, partai petahana menang 11 kali, atau sekitar 61,11%. Pengembalian di pasar saham negatif pada 4 kali kejadian lainnya. Dari jumlah tersebut, partai petahana kalah 3 kali, atau sekitar 75% – lihat tabel di bawah ini.

IMBAL HASIL S&P 500, DOW JONES 3 BULAN SEBELUM PEMILIHAN PRESIDEN

Apa yang terjadi dalam studi ini ketika kerangka waktu berubah dari 1 tahun menjadi 3 bulan sebelum pemilihan? Dalam kasus ini, dari 22 kejadian, terdapat 13 kasus ketika imbal hasil saham positif. Dari kejadian tersebut, 11 kali atau sekitar 84,62%, partai yang berkuasa menang. Sementara itu, terdapat 8 kasus ketika imbal hasil saham negatif. Partai yang berkuasa kalah 7 kali dalam kasus ini, atau sekitar 88,89% tingkat kegagalan.

KESIMPULAN

Singkatnya, data 3 bulan tampaknya menawarkan hasil yang lebih konsisten dibandingkan dengan data 1 tahun. Lebih sering daripada tidak, kinerja pasar saham mendekati pemilu tampaknya berkorelasi dengan kemenangan atau tidaknya partai petahana. Perlu dicatat bahwa korelasi tidak menyiratkan hubungan sebab-akibat. Bisa jadi para pemilih lebih menekankan pada saham 3 bulan sebelum pemilu karena mereka lebih memperhatikan kejadian-kejadian terkini sebagai persiapan untuk memberikan suara. Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini.