Amerika Serikat kembali menerbangkan pesawat-pesawat pengebom B-52 berkemampuan nuklir ke Semenanjung Korea, Rabu (5/4), untuk menunjukkan kekuatan melawan Korea Utara di tengah kekhawatiran bahwa Pyongyang mungkin akan melakukan uji coba nuklir.
Pesawat-pesawat pengebom jarak jauh itu berpartisipasi dalam latihan udara bersama dengan jet-jet tempur AS dan Korea Selatan di Semenanjung Korea, kata Kementerian Pertahanan Korea Selatan.
Latihan tersebut “menunjukkan tekad yang kuat dari aliansi Korea (Selatan)-AS dan kesiapannya yang sempurna untuk menanggapi setiap provokasi dari Korea Utara dengan cepat dan luar biasa,” kata Letjen Park Ha Sik, panglima komando operasi Angkatan Udara Korea Selatan, dalam sebuah pernyataan.
Militer Korea Selatan dan AS telah memperluas latihan militer gabungan mereka sebagai tanggapan atas ancaman nuklir dan rudal Korea Utara.
Kedua negara itu melakukan latihan lapangan terbesar mereka dalam lima tahun dan latihan lewat simulasi komputer bulan lalu.
AS juga mengirim kapal induk bertenaga nuklir USS Nimitz untuk latihan angkatan laut bersama dengan Korea Selatan pada minggu lalu dan latihan antikapal selam AS-Korea Selatan-Jepang pada minggu ini.
Korea Utara menganggap latihan semacam itu sebagai provokasi yang menunjukkan niat lawannya untuk menyerang Korea Utara.
Sehari setelah penerbangan terakhir pesawat-pesawat pengebom B-52 ke semenanjung itu pada 6 Maret, Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, memperingatkan bahwa negaranya siap untuk mengambil “tindakan cepat dan luar biasa” terhadap serangan Amerika Serikat dan Korea Selatan tersebut.
Korea Utara sejak itu telah meluncurkan serangkaian senjata berkemampuan nuklir yang dirancang untuk menyerang Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Senjata-senjata itu termasuk rudal balistik antarbenua Hwasong-17 jarak jauh Korea Utara, drone bawah air berkemampuan nuklir dan rudal jelajah yang ditembakkan dari kapal selam.
Pekan lalu, Korea Utara memamerkan hulu ledak nuklir barunya yang dapat dipasang pada senjata jarak pendek yang menarget Korea Selatan.
Tindakan Pyongyang ini memicu spekulasi bahwa mereka mungkin ingin melakukan uji coba nuklir pertamanya sejak 2017 karena dua ledakan uji coba nuklir terakhirnya terjadi setelah mengungkapkan hulu ledak baru lainnya.
Jika dilakukan, itu akan menjadi uji coba senjata nuklir ketujuh Korea Utara.
Kim Jong Un mengatakan Korea Utara tidak akan kembali ke pembicaraan denuklirisasi dengan AS kecuali Washington meninggalkan kebijakan yang bermusuhan terhadap Korea Utara, referensi yang jelas untuk latihan militer bersama dengan Korea Selatan dan sanksi-sanksi ekonomi internasional yang dipimpin AS.
Beberapa pengamat mengatakan Kim ingin menggunakan persenjataannya yang terus berkembang untuk menekan Washington agar menerimanya sebagai kekuatan nuklir dan mencabut sanksi-sanksi itu.