JAVAFX – Kelompok Taliban dan Amerika Serikat dilaporkan akan menyetujui perjanjian penarikan pasukan dari Afghanistan pada akhir bulan ini. Kedua belah pihak menyatakan bakal mengurangi aktivitas peperangan menjelang penandatanganan kesepakatan tersebut.
Seperti yang dikutip dari laman AFP juru bicara Taliban, Suhail Shaheen mengataka bahwa “Kami sudah sepakat untuk mengurangi kegiatan militer dalam beberapa hari menuju penandatanganan perjanjian perdamaian dengan Amerika Serikat.”
Shaheen menyatakan meyakini kesepakatan dengan AS bakal berjalan lancar pada akhir Januari ini. Dia juga menyatakan milis Taliban akan menghentikan sementara menyerang pasukan AS dan Afghanistan.
Amerika Serikat juga menetapkan sejumlah syarat kepada Taliban dalam proses perundingan damai tersebut. Yakni menjamin ketertiban umum serta hak-hak kaum perempuan, menjamin kebebasan berpendapat, pengubahan undang-undang dasar, penempatan eks milisi Taliban dan kelompok bersenjata lainnya serta berjanji tidak akan menjadikan negara itu sebagai tempat persembunyian kelompok ekstremis.
Alasan mantan Presiden AS, George Bush Jr., menyerang Afghanistan pada 2011 akibat kedekatan antara Taliban dan Al-Qaidah. Proses negosiasi antara Taliban dan AS terhenti pada September 2019 lalu. Presiden Amerika Serikat Donald Trump, memutuskan menghentikan perundingan karena Taliban terus menyerang pasukan AS. Setelah dibujuk, akhirnya Trump bersedia membuka kembali pintu dialog dengan Taliban.
Jika perjanjian itu berhasil, AS akan menarik sekitar 12 ribu pasukan mereka secara bertahap dan mengakhiri perang yang sudah berlangsung selama 18 tahun. Perang itu sampai saat ini merupakan yang terlama yang dilakoni AS.
Setelah perjanjian damai dengan AS, Taliban dan pemerintah Afghanistan baru akan memulai dialog terpisah. Taliban menganggap petahana Ashraf Ghani dan pesaingnya, Abdullah Abdullah, sebagai boneka AS dan tidak mengakui pemerintahannya.
Apalagi saat ini hasil penghitungan suara pemilihan presiden Afghanistan menunjukkan Ghani unggul, meski digugat oleh Abdullah. Hal ini dikhawatirkan akan memicu perang saudara di kemudian hari meski Taliban sudah berdamai dengan AS.