AS mengirim lebih dari 4,8 juta dosis vaksin virus corona ke empat negara Afrika, kata Gedung Putih kepada VOA pada Rabu (27/10).
Para pejabat Gedung Putih menyatakan Uni Afrika yang beranggotakan 55 negara yang menetapkan alokasinya.
Chad, negara yang terkurung daratan dan salah satu negara termiskin di dunia, akan mendapatkan 115.830 dosis; sekutu AS yang berpenduduk padat, Mesir, akan menerima 3.634.020 dosis; produsen minyak di pesisir barat Afrika, Gabon, akan menerima 101.790 dosis, dan Kenya di pesisir timur akan menerima 990.990 dosis.
Sumbangan vaksin Pfizer itu akan tiba di negara-negara tersebut padaJumat atau Sabtu, kata para pejabat Gedung Putih.
Vaksin itu memerlukan dua suntikan untuk mendapatkan imunitas penuh, dan pihak berwenang Amerika telah merekomendasikan agar kelompok-kelompok berisiko tinggi tertentu mendapatkan suntikan booster setelah itu.
Langkah tersebut menyusul pengumuman awal pekan ini bahwa AS akan mengizinkan Uni Afrika membeli jatah 33 juta dosis vaksin Moderna yang semula dimaksudkan untuk AS.
“Sebagaimana dikatakan presiden, virus tidak kenal tapal batas, dan ini akan mengharuskan setiap perusahaan dan setiap negara untuk melangkah serta mengambil tindakan berani dan mendesak untuk menghentikan perebakan COVID-19 dan menyelamatkan nyawa,” kata Natalie Quillian, deputi koordinator tanggap COVID-19 Gedung Putih.
“Kami bersyukur telah membantu merundingkan langkah membesarkan hati ini antara Moderna dan Uni Afrika yang akan secara signifikan meluaskan akses ke vaksin di benua ini dalam waktu dekat.
Ini merupakan tindakan penting, sementara kami terus meluaskan kapasitas produksi sekarang ini dan meluaskan akses ke vaksin mRNA ke sebagian wilayah dunia yang terpukul paling parah,” katanya.
Para pejabat AS telah dikritik karena mendorong suntikan penguat bagi warga Amerika yang rentan sementara tingkat vaksinasi di negara-negara berkembang rendah.
Gedung Putih menyatakan kontroversi mengenai suntikan booster itu sebagai pilihan keliru, mengklaim bahwa AS dapat membantu memvaksinasi dunia sambil juga melindungi warga Amerika.
Para pengecam menyatakan negara-negara kaya tidak bertindak cukup cepat.
“Pada kecepatan sekarang ini, perlu waktu satu dekade bagi negara-negara berpenghasilan rendah mencapai target vaksinasi 70 persen,” kata Tom Hart, penjabat CEO di ONE Campaign.
“Kita tidak dapat mengakhiri pandemi ini di manapun jika vaksin tidak ada di mana-mana.
Dunia membutuhkan rencana jalan keluar, bukan hanya melindungi nyawa.” Menurut proyeksi pangkalan data COVID-19 Oxford University, Our World in Data, hanya satu negara di kawasan sub-Sahara Afrika – negara kecil Lesotho – yang berada di jalur yang benar dalam memenuhi target memvaksinasi 40 persen populasinya dengan sedikitnya satu dosis vaksin pada akhir tahun ini.