Konselor Departemen Luar Negeri AS Derek Chollet mengatakan bahwa Myanmar bisa keluar dari krisis politik jika Rusia berhenti memasok peralatan persenjataan kepada junta militer di negara itu.
Chollet mengatakan bahwa junta memiliki hubungan dekat dengan Rusia, bahkan Moskow merupakan “teman” yang paling dapat diandalkan oleh Myanmar di komunitas internasional saat ini.
“Jika kita ingin melihat solusi konflik di Myanmar dan membawa Myanmar kembali damai dan demokratis maka salah satu caranya adalah membuat junta Myanmar tidak dapat lagi mengimpor senjata,” ujar Chollet kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
“Dan kita dapat membuat kemajuan yang sangat besar ke arah sana jika Rusia berhenti memasok senjata,” katanya menambahkan.
Chollet menyampaikan bahwa AS akan terus mencari cara untuk mempersulit junta Myanmar memperoleh persenjataan, salah satunya dengan menerapkan sanksi tambahan terhadap individual maupun entitas Myanmar.
Chollet menyebut bahwa AS sejauh ini telah menjatuhkan sanksi terhadap 80 individu dan lebih dari 30 entitas di Myanmar.
Washington akan mengumumkan sanksi lebih lanjut terhadap entitas di Myanmar dalam beberapa hari mendatang, sebut dia.
Menurut Chollet, sanksi tambahan itu akan mempersulit junta Myanmar dalam menghasilkan pendapatan untuk membeli senjata yang dapat memicu perang terus berlanjut.
“Kami bertekad untuk terus meningkatkan tekanan terhadap junta dan membuat mereka makin sulit untuk mendapatkan sumber penghasilan yang mereka gunakan untuk membeli senjata yang memicu perang,” ucap dia.
Dua tahun sejak kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih Myanmar, tak ada kemajuan dalam rencana perdamaian Konsensus Lima Poin yang diinisiasi oleh para pemimpin ASEAN.
Utusan khusus ASEAN pada dua keketuaan sebelumnya, yakni Brunei Darussalam dan Kamboja juga belum berhasil membujuk pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing untuk mengizinkan mereka bertemu dengan penasihat negara Aung San Suu Kyi maupun membuka dialog bersama pihak-pihak berkepentingan Myanmar.