Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyarankan kepada pemerintah Indonesia untuk menjajaki secara intensif penyelesaian damai terkait sengketa Laut China Selatan melalui Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Hal itu disampaikan oleh Penasihat Hukum untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik Departemen Luar Negeri AS Robert Harris saat menjadi pembicara dalam forum focus grup discussion (FGD) di Universitas Potensi Utama, Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat.
“Pada 12 Januari lalu berdasarkan laporan studi Limits in the Seas atau Batas-Batas di Laut terkait klaim maritim RRC di Laut China Selatan yang dilakukan Deplu AS melalui rangkaian panjang studi hukum dan teknis untuk meneliti klaim dan batas maritim nasional serta mengkaji konsistensinya dengan hukum internasional, maka disimpulkan bahwa RRC memiliki klaim maritim yang melanggar hukum di sebagian wilayah Laut China Selatan, termasuk klaim hak wilayah historis yang melanggar hukum,” ujar Harris.
Seri terbaru tentang batas-batas laut yang ke-150 itu menerangkan bahwa klaim atas wilayah Laut China Selatan yang luas serta apa yang disebut RRC sebagai “perairan internal” dan “kepulauan terluar”, seluruhnya tidak sesuai dengan hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut 1982.
“Keputusan majelis arbitrase internasional pada 12 Juli 2016 juga telah memutuskan bahwa RRC harus menghentikan kegiatan yang melanggar hukum dan memaksa di Laut China Selatan,” katanya.
Sejak 2019 RRC mengklaim sepihak penguasaan zona maritim Laut China Selatan dan sudah 11 negara termasuk AS yang menolak hal tersebut.
Oleh karena itu pihaknya mendorong negara-negara yang telah menolak serta berhubungan langsung dengan zona maritim tersebut seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina agar menjajaki penyelesaiannya dalam forum-forum yang dinaungi ASEAN.
Di hadapan peserta FGD yang terdiri atas mahasiswa, akademisi dan aktivis lingkungan Robert Harris mengungkapkan kepentingan utama pemerintah AS dalam penyelesaian sengketa Laut China Selatan hanya untuk menjaga tatanan maritim internasional berbasis aturan yang berlaku bagi seluruh dunia.
Klaim sepihak RRC tentu akan berefek negatif pada penegakan hukum laut internasional.
“Kami menilai bahwa negara manapun harus memiliki kedaulatan dan kesetaraan yang sama dalam keterikatan hukum internasional yang disepakati,” tutupnya.