Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) pada Rabu (20/10) mengumumkan sebuah peraturan baru yang melarang ekspor perangkat teknologi peretasan ke negara seperti Rusia dan China, di tengah-tengah peningkatan tajam serangan di dunia maya.
Peraturan yang akan mulai berlaku dalam 90 hari ke depan ini akan mencegah penjualan piranti lunak atau alat tertentu ke sejumlah negara, kecuali jika penjualan tersebut mendapatkan persetujuan dari Departemen Perdagangan.
“Amerika menentang penyalahgunaan teknologi yang melanggar HAM, atau melakukan kegiatan dunia maya yang berbahaya lainnya.
Peraturan baru ini akan memastikan perusahaan Amerika tidak memicu praktik-praktik otoriter,” demikian bunyi pernyataan dari Departemen Perdagangan itu.
Pengumuman ini disampaikan beberapa hari setelah data-data pemerintah Amerika menunjukkan bahwa hingga pertengahan tahun 2021 ini, pembayaran uang tebusan untuk ransomware yang dilaporkan mencapai 590 juta dolar.
Ini merupakan jumlah pembayaran uang tebusan tertinggi dan mengalahkan nilai pembayaran dari seluruh dekade sebelumnya.
Jumlah tersebut juga 42 persen lebih tinggi dari nilai yang diungkapkan oleh lembaga finansial untuk keseluruhan kejahatan ransomware yang terjadi pada tahun 2020, demikian kata laporan Departemen Keuangan itu.
Ada petunjuk kuat biaya yang sebenarnya bisa mencapai milyaran dolar, tambah laporan itu.
Meskipun Rusia menolak untuk bertanggung jawab, kebanyakan serangan ransomware yang terjadi pada Amerika baru-baru ini dilakukan oleh kelompok peretas berbahasa Rusia, atau yang beroperasi dari wilayah Rusia.
Berdasarkan peraturan baru Departemen Perdagangan ini, pihak yang ingin menjual ke tempat yang dianggap sebagai “negara dengan tingkat keamanan nasional yang rendah atau memiliki senjata pemusnah masal,” atau negara yang sudah dikenakan embargo senjata, harus mempunyai izin terlebih dahulu.
AS dan Israel memiliki pangsa besar dalam pasar yang menjual produk keamanan dunia maya.