Para analis mengatakan, keputusan Pemerintah Filipina untuk memulihkan Pakta Pertahanan dengan militer Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa China belum memberi cukup banyak kepada negara Asia Tenggara itu untuk mempertahankan persahabatan atau mengambil hati rakyat Filipina.
Sebelumnya, Pemerintah Filipina selama 18 bulan mengancam akan membatalkan pakta tersebut.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan pada 29 Juli dalam kunjungan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin ke Manila, bahwa ia akan melanjutkan pakta yang berusia 22 tahun, secara umum dikenal sebagai Visiting Force Agreement (VFA).
Duterte mengatakan sejak Februari 2020 bahwa ia berencana untuk keluar dari pakta itu.
Para pakar mengatakan, Duterte yang menjabat 2016, menyadari bahwa China tidak akan memenuhi janji memberi bantuan dan investasi senilai $33 miliar kepada negara kepulauan di Asia Tenggara yang tumbuh cepat dan haus infrastruktur.
Pada Maret dan April Filipina terkejut dengan 220 kapal China yang ditambatkan di karang yang disengketakan oleh kedua negara.
Para analis mengatakan tindakan itu semakin membuat marah para pejabat di Manila, mengingatkan mereka akan sengketa kedaulatan maritim yang lebih luas dengan Beijing.