Adik Perempuan Pemimpin Korut Tolak Tawaran Dialog dari AS

0
84

Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, pada Kamis (30/11) mengesampingkan seruan AS untuk kembali ke jalur diplomasi dan mencerca kecaman AS terhadap peluncuran satelit mata-mata Korea Utara baru-baru ini.

Perempuan berpengaruh itu juga bertekad akan melakukan lebih banyak lagi peluncuran, yang merupakan pelanggaran atas larangan PBB.

Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB sebelumnya pekan ini, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menyebut peluncuran satelit oleh Korea Utara itu tindakan “ceroboh, melanggar hukum” yang mengancam negara-negara tetangganya.

Namun, ia menegaskan kembali tawaran AS untuk berdialog tanpa prasyarat apa pun, dengan mengatakan Korea Utara “dapat memilih waktu dan topiknya.” Kim Yo Jong, yang juga pejabat senior Korea Utara, menolak tawaran AS dan mengancam akan melakukan lebih banyak lagi peluncuran satelit dan senjata lainnya.

“Kedaulatan sebuah negara merdeka tidak akan pernah bisa menjadi agenda untuk dirundingkan, dan karena itu, (Korea Utara) tidak akan pernah bertatap muka dengan AS untuk tujuan tersebut,” kata Kim Yo Jong dalam sebuah pernyataan yang dimuat media pemerintah.

“(Korea Utara) akan terus melakukan upaya untuk mengembangkan semua yang menjadi hak kedaulatannya dan terus melaksanakan hak kedaulatan, yang dinikmati seluruh negara anggota PBB, juga dengan cara bermartabat tanpa dibatasi pada masa mendatang.” Berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB melarang Korea Utara melakukan peluncuran apa pun yang menggunakan teknologi balistik, seperti peluncuran satelit dan uji coba rudal.

Namun Korea Utara berpendapat bahwa mereka memiliki hak kedaulatan untuk meluncurkan satelit mata-mata dan menguji coba rudal balistik untuk mengatasi apa yang disebutnya sebagai ancaman militer pimpinan AS.

Korea Utara memandang latihan militer besar-besaran AS-Korea Selatan sebagai latihan invasi dan kerap bereaksi dengan melakukan uji coba senjatanya.

Kim Yo Jong mengatakan pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Senin lalu dilakukan “atas permintaan AS yang seperti gangster dan para pengikutnya.” Ia mengatakan Thomas-Greenfield harus lebih dulu menjelaskan mengapa aset-aset strategis AS kerap muncul di pelabuhan Korea Selatan, daripada menyatakan peluncuran satelit Korea Utara “ilegal.” Ia tampaknya mengacu pada ditingkatkannya pengerahan sementara aset-aset militer AS yang kuat seperti kapal-kapal induk dan kapal selam bertenaga nuklir sejalan dengan perjanjian AS-Korea Selatan sebelumnya untuk meningkatkan pertahanan mereka dari ancaman nuklir Korea Utara yang terus berkembang.

Pada tahun 2018, Kim Jong Un dan presiden AS ketika itu Donald Trump melakukan diplomasi berisiko tinggi mengenai masa depan arsenal nuklir canggih Korea Utara.

Namun, diplomasi mereka gagal setahun kemudian karena perselisihan mengenai sanksi-sanksi ekonomi internasional terhadap Korea Utara.

Sejak itu, Kim Jong Un berfokus pada perluasan dan modernisasi arsenal nuklirnya, langkah yang menurut para pakar akan memberi Kim pengaruh lebih besar untuk mendapatkan konsesi AS dalam perundingan-perundingan di masa depan.