Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Selasa (6/7), mengatakan serangan terbaru ransomware “tampaknya menimbulkan sedikit kerugian saja terhadap bisnis AS.” Namun, ia menambahkan bahwa tim keamanan nasionalnya masih mengumpulkan informasi tentang skala serangan itu.
Ransomware menyebar luas Jumat lalu (1/7) dan menimbulkan korban di sedikitnya 17 negara dari sebuah server perusahaan Kaseya yang berkantor di Miami, yang telah disusupi.
Perusahaan itu mengatakan sejauh ini tampaknya kurang dari 1.500 bisnis telah menjadi korban ransomware.
Tuntutan uang tebusan yang diminta dilaporkan menjadi $5 juta.
Namun, para pakar keamanan menduga perkiraan itu rendah, dan mengatakan masih mengidentifikasi para korban.
Serangan ini terjadi kurang dari satu bulan setelah Biden menekan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk tidak lagi menyediakan tempat yang aman bagi kelompok ransomware, yang bertanggung jawab dalam serangan terbaru ini.
Kelompok ransomware yang terkait Rusia berada di balik serangan yang mendistribusikan piranti lunak untuk mengacak data, dan baru ditata ulang kembali oleh para peretas ini setelah korban membayarkan uang tebusan.
Biden mengatakan ia akan berbicara lebih banyak tentang serangan itu dalam beberapa hari ke depan.
Namun, dia menambahkan ia merasa “baik” tentang kemampuan Amerika menanggapi serangan tersebut.
Prioritas Utama Sebelumnya juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan memerangi ransomware tetap menjadi “prioritas utama” Gedung Putih ketika Presiden Joe Biden bersiap melangsungkan pertemuan dengan para tokoh pemimpin, Rabu (7/7), guna membahas upaya melawan serangan itu.
“Serangan pada akhir pekan lalu menggarisbawahi perlunya perusahaan-perusahaan dan lembaga pemerintah untuk memusatkan perhatian pada peningkatan keamanan siber,” ujar Psaki.
Biden, Sabtu (2/7) lalu, mengatakan telah memerintahkan “penyelidikan mendalam” oleh intelijen Amerika terhadap serangan itu, dan bahwa Amerika akan menanggapi jika diketahui bahwa Kremlin terlibat dalam serangan itu.