Kegiatan reklamasi China di LCS ubah status quo

0
56

Situasi Laut China Selatan (LCS) lima tahun setelah putusan Pengadilan Arbitrase Permanen PBB (Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag, Belanda, belum menunjukkan tanda-tanda ke arah para pihak yang berselisih menemukan jalan keluar.

Sebaliknya, kerumitan akibat perubahan status quo telah menghadang di depan.

Kerumitan itu terjadi setelah kegiatan-kegiatan China untuk mendukung klaim “sembilan-garis putus” yang ekspansif telah secara fundamental mengubah status quo di kawasan ini.

China sebagai salah satu pihak yang mengklaim (claimants) masih melakukan berbagai aktivitas, terutama militerisasi kepulauan buatan –yang dituding Vietnam sebagai aksi menduduki wilayahnya di kepulauan Spratly secara ilegal.

Pihak-pihak lain yang turut mengeklaim sebagian wilayah LCS adalah Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Taiwan.

Para pengamat mengatakan peningkatan aktivitas dan kehadiran militer China di LCS berpotensi mengancam stabilitas, kebebasan maritim internasional, dan keamanan kawasan.

Setelah proses tiga tahun pengajuan kasus oleh Filipina, PCA pada 12 Juli 2016 memutuskan mengabulkan gugatan Filipina atas wilayah di Laut China Selatan yang diklaim negara itu dan tidak mengakui sembilan garis putus-putus, atau dikenal juga sebagai garis-garis berbentuk U dari China.