Hakim AS Blokir Sanksi Trump atas Pengacara HAM, Pengadilan Kejahatan Perang

0
56

Seorang hakim Amerika hari Senin (4/1) memblokir upaya pemerintahan Trump untuk memberlakukan sanksi terhadap pengacara hak asasi manusia karena mendukung upaya pengadilan kejahatan perang dunia, Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC).

Hakim Distrik Amerika Katherine Polk Failla di Manhattan mengeluarkan perintah awal terhadap Gedung Putih agar tidak memberlakukan hukuman pidana atau perdata terhadap empat profesor hukum sesuai dengan perintah eksekutif Presiden Donald Trump Juni lalu.

Trump telah mengesahkan sanksi ekonomi dan perjalanan terhadap karyawan ICC yang berbasis di Den Haag dan siapa pun yang mendukung pekerjaan lembaga itu, termasuk penyelidikan apakah pasukan Amerika melakukan kejahatan perang di Afghanistan antara 2003 dan 2014.

Failla mengatakan para penggugat kemungkinan akan berhasil menunjukkan bahwa perintahan Trump secara tidak konstitusional membatasi kebebasan mereka untuk menyatakan pendapat, yang mengakibatkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki.

Seorang juru bicara Departemen Kehakiman menolak berkomentar.

Gugatan itu diajukan oleh Open Society Justice Initiative, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York, dan keempat profesor bersangkutan.

Pengacara mereka, Andrew Loewenstein, seorang pengacara dari kantor hukum Foley Hoag, mengatakan penggugat sangat senang karena Failla menganggap sanksi itu sebagai “pelanggaran berat” terhadap hak para penggugat seperti tercantum dalam Amandemen Pertama Konstitusi Amerika.

James Goldston, direktur eksekutif Open Society Justice Initiative, mendesak pemerintahan Biden yang akan datang untuk membatalkan perintah Trump, yang menurutnya “bertentangan langsung dengan dukungan bersejarah Washington untuk keadilan internasional.” Para pejabat pemerintahan Trump menuduh ICC melanggar kedaulatan Amerika dan mengizinkan manipulasi Rusia demi kepentingan Moskow, dan Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo menyebut pengadilan itu sebagai “pengadilan kanguru” (pengadilan yang tidak sah).