Presiden terpilih AS Joe Biden telah mengumumkan pilihannya, penasihat lamanya Ron Klain, untuk menjadi kepala stafnya di Gedung Putih.
Klain sebelumnya menjadi kepala staf Biden semasa menjadi wakil presiden pada masa pemerintahan presiden Barack Obama.
Klain juga ditunjuk Obama sebagai pejabat yang bertanggung jawab mengenai respons AS terhadap wabah Ebola pada tahun 2014.
“Pengalamannya yang beragam dan mendalam serta kemampuannya bekerja sama dengan orang dari semua spektrum politik adalah yang saya perlukan pada seorang kepala staf Gedung Putih, sewaktu kita menghadapi masa krisis ini dan membuat negara kita bersatu kembali,” kata Biden dalam suatu pernyataan hari Rabu.
Klain menyebut pengangkatan baru itu sebagai “kehormatan seumur hidup.” Biden terus bertemu dengan para penasihat pada masa transisinya, yang mencakup para pakar yang memahami berbagai isu yang akan ia hadapi pada awal pemerintahannya, sementara ia berencana mengambil kendali pemerintahan sewaktu dilantik pada 20 Januari 2021.
Biden, yang diproyeksikan sebagai pemenang pemilihan presiden 3 November lalu, telah menunjuk sejumlah penasihat untuk meninjau operasi berbagai lembaga pemerintah.
Ia mengatakan Selasa lalu bahwa ia akan mengumumkan sejumlah pejabat untuk posisi penting sebelum liburan Hari Bersyukur 26 November.
Presiden Donald Trump belum mengakui kekalahannya dari Biden dalam pemilu lalu dan telah mengajukan banyak gugatan hukum mengenai hasil di beberapa negara bagian penting.
Dengan bukti yang sedikit sekali sejauh ini, Trump telah mengklaim tentang kecurangan dalam pemberian dan penghitungan suara yang membuatnya kalah dalam pemilu.
Ia sedang berupaya membatalkan kemenangan Biden dan meraih masa jabatan ke-dua di Gedung Putih.
Namun sejauh ini para hakim telah menolak semua gugatan hukum Trump, sementara banyak lagi gugatan yang harus dipertimbangkan.
Para analis pemilu yang diwawancarai VOA dan berbagai media berita lainnya menyatakan menurut mereka klaim kemenangan Biden dalam pemilu ini tidak akan dibatalkan.
Menurut hasil penghitungan suara tidak resmi, Biden telah meraih lebih dari mayoritas 270 suara elektoral yang menentukan hasil pemilihan presiden AS.
Ia unggul dalam penghitungan suara di dua negara bagian lagi, Georgia dan Arizona, yang pada akhirnya dapat membuatnya unggul 306-232 perolehan suara elektoral.
Kemungkinan suara akhir yang diperoleh Biden sama dengan penghitungan pada tahun 2016, sewaktu Trump unggul, tanpa diduga mengalahkan kandidat partai Demokrat, Hillary Clinton.
Para pemimpin sekutu AS di Eropa, termasuk PM Inggris Boris Johnson, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel, telah menelepon Biden dan menyampaikan ucapan selamat, mengabaikan pendapat Trump bahwa ia akan menang.
Biden berbicara dengan para pemimpin Australia, Jepang dan Korea Selatan pada Rabu larut malam.
Biden mengunjungi Monumen Perang Korea di Philadelphia pada hari Rabu untuk memperingati Hari Veteran.
Sementara itu Trump memperingati Hari Veteran di Taman Makam Nasional Arlington di dekat Washington.
Itu adalah acara publik pertama Trump sejak Kamis pekan lalu, sewaktu ia mengeluarkan sejumlah tuduhan tak berdasar mengenai kecurangna pemilu yang meluas.
Trump terus melanjutkan keluhannya mengenai hasil pemilu di Twitter.
Ia memposting komentar para anggota partai Republik yang mendukung klaimnya bahwa ia dicurangi sehingga gagal menang.
Namun hasil jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dirilis Selasa mengindikasikan bahwa hampir 80 persen rakyat Amerika, termasuk setengahnya pendukung partai Republik, menyatakan, Biden adalah pemenang yang sah.
Sementara itu, Biden mengatakan kepada wartawan dalam konferensi persen hari Selasa bahwa para pemimpin partai Republik, sebagian besar belum mengakui kemenangannya, “sedikit diintimidasi oleh presiden yang sedang menjabat.” Biden mengatakan penolakan Trump untuk mengaku kalah sejujurnya merupakan hal memalukan.