JAVAFX – Pada perdagangan dibursa komoditi hari Kamis (16/1), Harga minyak mentah terpantau merosot, tertekan oleh peningkatan produksi olahan Amerika Serikat (AS), menyusul penandatanganan kesepakatan dagang dengan China fase pertama.
Minyak mentah berjangka Brent tercatat terkoreksi 49 sen atau 0,8% pada level $64 per barel. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun 42 sen atau 0,7% menjadi 57,81 per barel.
Pada perdagangan hari sebelumnya, harga minyak berjangka Brent naik 29 sen atau 0,5% menjadi $64,49 per barel dan WTI meningkat 15 sen atau 0,3% ke level $58,23 per barel.
Akhirnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Wakil Perdana Menteri China Liu He secara resmi menandatangani perjanjian perdagangan fase satu di Gedung Putih, pada hari Rabu (15/1) pukul 11.30 waktu Washington, dalam upaya untuk meredakan perselisihan perdagangan selama 18 bulan antara kedua negara adidaya ekonomi.
Trump mengatakan AS dan Cina memperbaiki kesalahan pada masa lalu dan memberikan masa depan keadilan ekonomi dan keamanan bagi pekerja, petani, dan keluarga Amerika. Inti dari gencatan senjata antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini adalah janji China untuk membeli produk pertanian AS senilai $200 miliar selama dua tahun yang mencakup sekitar $80 miliar barang manufaktur, $53 miliar energi, $32 miliar di bidang pertanian dan $35 miliar dalam layanan.
Hanya saja, pelaku usaha di sektor komoditas dan analis tetap berhati-hati merespons sentimen ini. Mereka sedang mengkaji bagaimana China bisa mencapai komitmen yang telah disepakati dengan AS.
Sebelumnya, harga minyak sempat turun ke level terendah dalam satu bulan terakhir pasca pemerintah AS mengumumkan stok bensin, produk sulingan, dan produksi minyak meningkat.
Badan Informasi Energi AS (EIA) mencatat pasokan bensin AS pekan lalu naik ke level tertinggi sejak Februari 2019. Kemudian, persediaan produk sulingan meningkat signifikan ke level tertinggi sejak September 2017. Sementara, produksi minyak mentah naik menjadi 13 juta barel per hari (bph) dan penarikan persediaan minyak mentah jauh lebih besar dari prediksi awal.
Harga juga terpukul karena Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) meramalkan permintaan minyak yang lebih rendah pada 2020. Ditambah, produksi di AS diproyeksi menyentuh rekor baru.
Berlanjutnya kebijakan moneter akomodatif, ditambah dengan peningkatan di pasar keuangan, dapat memberikan dukungan lebih lanjut untuk peningkatan berkelanjutan dalam pasokan non-OPEC. Diketahui, OPEC dan beberapa sekutu non-OPEC seperti Rusia telah menghentikan produksi agar tak terjadi kelebihan pasokan dan menjaga harga minyak di atas $60 per barel.