JAVAFX – Harga minyak mentah dunia kembali turun pada penutupan perdagangan Rabu (30/10/2019) waktu Amerika Serikat (AS). Sentimen negatif bersumber dari peningkatan persediaan minyak mentah AS dan penurunan permintaan akibat kekawatiran terkait kesepakatan dagang AS – China.
Sementara itu, dikabarkan ada pecahnya jalur pipa yang mengarah ke Cushing. TC Energy Corp memberikan pernyataan terkait penutupan pipa minyak mentah Keystone akibat tumpahan di Dakota Utara. Perusahaan tersebut tidak mengatakan berapa lama saluran utama, yang membawa 590.000 barel per hari (bph) minyak mentah dari Kanada ke kilang di Midwest AS, akan tidak berfungsi.
Peristiwa ini akan mengimbangi beberapa data terkini tentang peningkatan pasokan minyak mentah AS. Meski demikian, kondisi pasar minyak mentah masih bearish. Kenaikan harga ini hanya akan menjeda dan bersifat sementara saja.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis Brent ditutup, turun 4 sen menjadi US$ 60,57 per barel. Sedangkan harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 14 sen menjadi US$ 54,92.
Lembaga Informasi Energi AS, (EIA) menyebut stok minyak mentah AS melonjak pada pekan lalu di tengah impor yang tinggi dan data terbaru cadangan nasional. Data EIA menunjukkan stok minyak mentah di pusat pengiriman Cushing, Oklahoma, untuk minyak mentah berjangka AS naik pada minggu keempat berturut-turut sebanyak 1,6 juta barel pekan lalu.
Seorang pejabat pemerintah AS menyebut Amerika Serikat dan Tiongkok terus mengerjakan perjanjian perdagangan sementara. Namun, diperkirakan tidak selesai tepat waktu bagi para pemimpin AS dan Tiongkok untuk menandatanganinya bulan depan.
“Penjualan datang berkat optimisme memudar atas perdagangan dan penurunan suku bunga Fed. Aset berisiko mendapat pukulan karena pelaku pasar khawatir bahwa AS dan China akan menunda penyelesaian perbedaan perdagangan mereka, ”kata analis PVM Stephen Brennock.
The Federal Reserve pada Rabu memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini guna membantu mempertahankan pertumbuhan AS . Namun, The Fed mengisyaratkan tidak ada penurunan bunga lebih lanjut ke depan kecuali jika ekonomi makin memburuk. Pemotongan suku bunga biasanya akan membantu untuk mendukung harga minyak karena ekonomi yang lebih kuat. Ini akan mendukung permintaan yang lebih tinggi untuk minyak mentah, sementara penurunan inventaris menunjukkan pasar akan seimbang.
Sementara itu, naiknya perdagangan di bursa saham AS oleh sentiment laporan keuangan emiten yang baik, telah mendorong aksi risk appetite dikalangan investor. Sejumlah pihak mencoba memanfaatkan ini dengan melakukan aksi beli di komoditas minyak yang tergolong sebagai aset yang diminati oleh risk taker.
Sebagaimana aset berisiko lainnya yang mendapatkan pantulan dari perdagangan yang tenang dan yang lebih rendah untuk narasi suku bunga AS yang lebih lama, harga minyak juga menunjukkan sedikit penguatannya. Terlebih dengan sedikit adanya tanda-tanda tunas hijau pada lanskap makro yang muncul, data ekonomi global yang lemah bisa menjadi penahan reli pasar minyak sampai konsensus pengurangan produksi yang lebih besar berkembang di antara anggota OPEC dan OPEC +. Meski demikian, diyakini bahwa ketakutan akan jatuhnya harga minyak lebih lanjut, justru akan memberikan insentif bagi para anggota untuk mencapai kesepakatan itu. (WK)