JAVAFX – Patokan harga minyak berjangka AS pada Rabu (24/04) berbalik turun kembali dari level tertinggi sejak Oktober, dimana kenaikan besar dalam stok minyak mentah domestik secara mingguan mendorong penurunan pertama dalam empat sesi perdagangan terkini. Sebaliknya, minyak mentah Brent yang menjadi patokan harga dunia, berhasil menyelesaikan beberapa sen lebih tinggi karena pelaku pasar menilai kemungkinan produsen akan cepat meningkatkan pasokan dalam menanggapi tindakan AS yang lebih keras terhadap pasar minyak Iran.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni turun 41 sen, atau 0,6%, menjadi menetap di $ 65,89 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah mampu ditutup pada level tertinggi sejak 29 Oktober dalam perdagangan di hari Selasa. Sementara minyak mentah Brent, naik 6 sen, atau kurang dari 0,1%, pada $ 74,57 per barel di ICE Futures Europe, mencatatkan penyelesaian lain pada level tertinggi sejak akhir Oktober.
Para pialang masih mempertimbangkan dampak pencabutan keringanan pengimpor minyak Iran dan data inventaris minyak. Pasokan minyak mentah AS dalam sepekan terakhir dikabarkan mengalami kenaikan yang lebih besar dari perkiraan dimana terjadi pemulihan impor yang tajam dan kenaikan produksi dalam negeri kembali sebesar 12,2 juta barel per hari.
Lembaga Informasi Energi AS pada hari Rabu melaporkan bahwa pasokan minyak mentah AS naik 5,5 juta barel untuk pekan yang berakhir 19 April. Sejumlah analis yang disurvei oleh S&P Global Platts memperkirakan justru akan terjadi penurunan 500.000 barel. American Petroleum Institute pada hari Selasa melaporkan peningkatan pasokan sebesar 6,9 juta barel.
Kenaikan pasokan dan produksi minyak mentah AS akan mengimbangi penurunan produksi dunia, termasuk ketika minyak mentah Iran disingkirkan.
Harga minyak mentah sebelumnya memang mendapat dukungan kenaikan setelah AS memutuskan untuk mengakhiri pemberian keringanan bagi negara-negara yang masih mengimpor minyak Iran. Ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah Trump dalam mendorong ekspor minyak Iran ke titik nol. Pengabaian saat ini akan berakhir pada 2 Mei nanti.
Pemberian sanksi AS kepada Iran dan secara terpisah, Venezuela, dapat memicu berakhirnya perjanjian pemotongan produksi di antara anggota OPEC dan sekutunya. Sedianya, mereka akan meninjau kebijakan pemangkasan produksi yang telah dijalankan sejak Januari ini pada bulan Juni mendatang. OPEC dan sekutunya sepakat untuk memotong produksi sebesar 1,2 juta barel per hari.
Pemerintahan Trump telah menyatakan bahwa AS. akan memastikan pasokan minyak yang memadai. Sementara Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka akan tetap fokus pada upaya menyeimbangkan pasar minyak global.
Sejumlah negara-negara anggota OPEC dari kawasan Teluk nampaknya bersedia untuk meningkatkan produksi kembali jika pasar minyak mengalami kekurangan sebagai akibat dari sanksi Iran. Namun, ini tidak akan terjadi secara otomatis, karena permintaan akan minyak sendiri yang harus ada. Jika permintaan minyak tersebut masih lesu, tentu upaya peningakatan produksi justru akan membuat harga minyak hancur.
S&P Global Ratings telah menaikkan asumsi harga rata-rata untuk minyak mentah WTI pada sisa tahun 2019 hingga 2020 sebesar $ 5 per barel menjadi $ 55 per barel. Mereka juga mempertahankan perkiraan harga minyak Brent untuk 2019 dan 2020 sebesar $ 60 per barel, tetapi diperkirakan akan menurun ke $ 55 pada tahun 2021 dan sesudahnya.
Kenaikan harga minyak saat ini juga dipengaruhi kenaikan sentiment geopolitik di Venezuela dan sanksi atas ekspor minyak Iran. Bagaimanapun juga, fakta bahwa Arab Saudi dan sekutu-sekutunya dapat dengan mudah meningkatkan produksi untuk mengisi kesenjangan bisa membuat laju kenaikan harga bisa terjadi secara gradual atau malah tertahan.
Donald Trump sendiri tengah mempertimbangkan untuk melepaskan persyaratan Jones Act bahwa hanya kapal berbendera A.S. yang dapat memindahkan barang ke Puerto Riko atau Timur Laut dari pelabuhan Amerika, menurut laporan Bloomberg pada Selasa sore, mengutip orang-orang yang akrab dengan pertimbangan tersebut.
Mencabut Jones Act akan meningkatkan keamanan energi A.S., kata Anas Alhajji, pakar energi independen. Itu akan “menghilangkan impor gas alam cair AS sepenuhnya,” dan “mengurangi impor minyak mentah AS, terutama di Timur Laut dan Barat.” (WK)